Saat Menyusu Dini Menjadi Menyusui Dini

Teman saya terlihat bahagia sekali mendapati bayinya bersentuhan kulit dengan dirinya. Tampan sekali bayi mungil itu. Dia pun menangis kencang di dada ibunya. Sambil ayahnya mengadzankan si kecil melalui telinga kanannya. Saat pak dokter mulai menjahit, terlihat teman saya kesakitan kemudian saya mengingatkan untuk memusatkan perhatiannya pada bayinya saja, dan sejenak dia lupa akan rasa sakit di bawah sana.

Saya lega sekali karena mengira bahwa proses ini akan berlangsung terus yakni bayi akan dibiarkan berdiam di dada ibunya hingga berkesempatan untuk mencari puting susu ibunya sendiri. Tapi ternyata adegan mesra tersebut hanya berlangsung sekitar 5 menit. Bidan langsung mengangkat bayi dari dada ibunya karena merasa bahwa bayi tersebut kedinginan. Teman saya terlihat sangat kecewa saat bayinya diangkat pergi oleh bidan lalu menatap saya tanpa kata-kata.

Tatapan teman saya mengisyaratkan saya untuk mengingatkan bidan untuk ‘mengembalikan’ bayi tersebut ke dada ibunya. Lalu saya menghampiri bidan dan mendapati dia sedang mengolesi seluruh tubuh bayi dengan minyak telon, termasuk tangannya! Melihat hal tersebut saya sedih sekali, satu-satunya bau yang bisa mengantarkan bayi ke puting susu ibunya, yakni aroma tangannya, sudah pudar. Hal ini mengecilkan kemungkinan bayi bisa mencari puting susu ibunya sendiri.

Tapi saya berfikir paling tidak ada kontak kulit, ini yang paling penting. Kemudian saya bertanya lagi kepada bidan apakah mungkin jika bayi dikembalikan ke dada ibunya sekali lagi? Bidan mengatakan, ‘kita coba yah’. Lalu meletakkan bayi kembali ke dada ibunya. Terlihat betapa bahagianya teman saya dan suaminya tersebut. Saya pun sedikit lega hati karena kontak kulit bisa terjadi lagi.

Namun ternyata hal tersebut hanya berlangsung 2 menit. Kemudian bayi tersebut diambil kembali dan kali ini langsung dipakaikan pakaian lengkap dan dibedong. Saat saya bertanya kenapa langsung dibedong, bidan mengatakan bahwa bayi terlihat kedinginan, dia takut bayi terserang hipotermia (suhu badan turun di bawah suhu normal). Sepertinya bidan tersebut sepertinya kurang yakin waktu saya sampaikan bahwa tubuh ibu bisa menghangatkan si kecil dan menghindari bayi dari serangan hipotermia (karena memiliki sistem termoregulator).

Sebelum dibedong, bidan berkali-kali menepuk-nepuk telapak kaki bayi, bunyinya terdengar cukup keras. Namun, saya tidak berani untuk bertanya lagi karena sudah merasakan aura yang tidak menyenangkan dari bidan, tentu saya tidak ingin mencari masalah di situ. Jadi saya memilih diam dan hanya berdiri sisi teman saya sambil berusaha mengalihkan perhatian teman saya dengan bercerita betapa hebatnya dia dalam proses persalinan tadi.

Sebenarnya dalam hati saya berharap pak dokter melakukan sesuatu, namun sepertinya pak dokter tersebut sama sekali tidak berminat untuk mengintervensi apa yang dilakukan oleh bidan tersebut. Mungkin proses persalinan yang berlangsung di klinik tersebut ya seperti itu. Saya selaku pihak luar, yang pada kenyataannya juga bukan merupakan tenaga kesehatan, tentu tidak dapat berbuat banyak. Namun setidaknya saya sudah melakukan kewajiban saya, mengingatkan bidan. Namun jika tidak berjalan dengan baik tentu tidak perlu disesali, hanya dapat diambil hikmah yang bisa dipelajari.

Setelah dibungkus, bayi kemudian disambungkan ke puting susu ibunya. Ternyata itu proses IMD yang mereka maksudkan. Inisiasi Menyusui Dini, bukan Menyusu tapi Menyusui. Seperti dugaan saya, reaksi bayi kurang baik, yakni dia terlihat tidak terlalu berminat membuka mulutnya sehingga proses pelekatan kurang baik. Saat itu usianya sekitar 20 menit. Kemudian bidan memutuskan untuk meletakkan bayi di dalam boks berseberangan dengan tempat tidur ibunya sambil diberi sinar.

Saya merasa kecewa sekali akan peristiwa tersebut, dan teman saya sepertinya melihat kekecewaan di raut wajah saya seraya berkata, ‘terima kasih yah mbak.. yang penting bayiku lahir sehat. Tidak apa tidak IMD.’ Saya jadi malu sendiri, mestinya itu kalimat saya kepada dia bukan sebaliknya. Kemudian dia melanjutkan ‘begini saja rasanya saya sudah senang sekali, loh! anakku ganteng ik, mbak..‘ ujarnya berseri-seri. Akhirnya saya bisa bernafas lega, setidaknya saya bisa sedikit membantunya merasa bahagia pada proses persalinan itu, dan itu sudah cukup buat saya.

Waktu berlalu, kemudian kami sama-sama terdiam, memandangi bayi yang merem-melek di dalam boksnya. Sibuk dengan fikiran masing-masing. Hanya tinggal kami bertiga, saya, dia dan bersama si bayi, di ruang bersalin itu. Para tenaga kesehatan sudah pergi dan suami teman saya itu pun sudah keluar dari situ, mungkin sedang sibuk mengabari sanak famili.

Saat bayi berusia 35 menit, saya mulai melihat dia mengeluarkan air liur. Terbayang di fikiran saya bayi Amelia yang ada di video IMD versi Unicef, yakni saat dia mulai mengeluarkan liur berarti menandakan insting-nya mulai muncul untuk mencari puting susu ibunya. Sesaat setelah itu, jika saja bayi tersebut tidak dibedong, mungkin saya bisa melihat dia mulai menjilati tangannya, yang sangat disayangkan sudah dibaluri oleh minyak telon.

Tapi kemudian saya kembali pada kenyataan, bahwa bayi itu ada di dalam boks bayi, sendirian dengan mata yang merem-melek, dan tidak bisa menggerakkan tubuhnya. Tak lama bidan datang, dan mengintip si kecil dari balik kelambu yang menutupi boks tersebut. Melihat air liur bayi mulai keluar, saya mengira bidan tersebut akan segera membawanya kepada ibunya namun ternyata tidak. Bidan mengambil tisu dan mengelap liur yang membasahi pipi si mungil itu kemudian melenggang pergi dari ruang bersalin tersebut.

Teman saya kemudian berkata, ’mbak, seandainya dia sekarang di sini – menunjuk dadanya – mungkin dia sedang mencari ASI ya?’ Saya menatapnya sambil berusaha tersenyum, sebenarnya rasa hati saya ingin menangis, lalu berkata, ‘mungkin, tapi nanti kalau mulutnya mulai terbuka seperti mencari-cari, kita minta bidan dibawa padamu yah..’. Dia menangguk setuju. Tak lama ibunya teman saya pun masuk ke ruangan dan mengintip cucu ke-empatnya tersebut, rasa bahagia tersirat di wajahnya karena bayi itu adalah cucu laki-laki pertamanya. Senang sekali rasanya berada di antara orang-orang yang berbahagia tersebut sehingga dapat turut merasakan bahagia.

Pada usia sekitar 45 menit, mulai terlihat mulut bayi sering terbuka, saya kemudian mencari bidan dan bertanya apakah mungkin bisa dicoba kembali untuk menyusui? Untunglah bidan setuju dan bayi kemudian dibawa ke dada ibunya namun tetap dalam kondisi dibungkus. Syukurlah naluri menyusunya masih cukup kuat sehingga dengan cepat bayi menangkap puting susu ibunya dan mulai belajar menyusu.

Pertama kali pelekatan kurang tepat karena posisi ibu dirasakan kurang nyaman dan yang memposisikan adalah bidan, bukan ibunya sendiri. Kemudian dicoba kembali, baru mendapatkan posisi pelekatan yang lebih tepat dan bayi terlihat menghisap dengan sangat bersemangat. Syukurlah, paling tidak dalam satu jam pertama, pelekatan yang dilakukan dapat mempertajam naluri bayi terhadap proses menyusu. Meski tidak dapat berlangsung sebagaimana mestinya, tapi dalam setiap kondisi pasti ada hal yang dapat kita ambil hikmahnya.

× Halo Available on SundayMondayTuesdayWednesdayThursdayFridaySaturday