Saat Menyusu Dini Menjadi Menyusui Dini

Begitu saya datang, saya langsung dikenalkan kepada pihak keluarga oleh teman saya tersebut. Saya bersyukur sekali karena pihak keluarga sangat ramah dan kami mengobrol tentang apa saja. Mungkin karena suasananya sedang menunggu bayi lahir, maka obrolan yang paling sering adalah tentang nostalgia si ibu saat melahirkan anak-anak mereka. Obrolan ini sangat membantu mencairkan suasana. Lalu percakapan mengalir sampai saya bisa bercerita tentang proses IMD serta apa saja keuntungannya.

Asumsi saya, jika pun saat itu teman saya berubah fikiran untuk alih-alih mengajak saya melainkan ibunya untuk masuk ke dalam ruang bersalin, maka setidaknya ibunya telah mendengar tentang ini dan dapat mengingatkan tenaga kesehatan yang membantu persalinan untuk mengijinkan pelaksanaan proses tersebut. Apalagi kondisi di klinik tersebut memang belum pernah menjalankan proses IMD.

Namun sayang sekali, pendekatan saya terhadap tenaga kesehatan di klinik tersebut sangat kurang. Karena kesibukan saya menjelang kelahiran tersebut, mengakibatkan saya tidak sempat menemani teman saya sewaktu dia kontrol kehamilan. Saya fikir, jika saya sempat bertemu sebelumnya dengan para bidan dan dokter di sana mungkin akan ada kesempatan untuk berbincang sedikit tentang proses IMD yang semestinya karena kebetulan saya juga memiliki video tentang proses pelaksanaan IMD yang diperuntukkan bagi tenaga kesehatan.

Namun, karena hal tersebut terlewatkan ya.. saya hanya bisa berdoa semoga diberi kesempatan untuk menjalani proses IMD. Apalagi pak dokter yang membantu persalinan jarang sekali muncul. Pertama kali, hanya datang waktu kontraksi hebat mulai dirasakan, lalu beberapa saat sebelum melahirkan. Namun sempat juga saya mengajak 2 bidan yang membantu proses persalinan berbincang tentang IMD, namun mereka hanya menanggapi seperti angin lalu.

Sejak awal saya diperkenalkan sebagai sepupu teman saya tersebut, hal ini untuk mencegah penolakan ijin saya untuk dapat ikut masuk ke dalam ruang bersalin. Karena pada umumnya yang boleh masuk hanyalah pihak keluarga, biasanya selain suami adalah orang tua atau kakak/adik pasien.

Pukul 11, sepertinya kontraksi mulai datang lebih cepat hal ini membuat teman saya semakin sulit untuk berkomunikasi. Saya bersyukur telah datang dari awal sehingga suasana sudah menjadi lebih akrab karena saya tiba pada saat teman saya masih dapat berkomunikasi sehingga pendekatan dengan pihak keluarga menjadi lebih mudah.

Pukul 12, teman saya mulai masuk ke ruang bersalin. Saya hanya menunggu di luar, berharap-harap cemas akankah saya diijinkan masuk ke dalam ruangan tersebut? Ternyata setengah jam kemudian saya diijinkan masuk oleh bidan. Saya sangat bersyukur sekali. Saat masuk, saya mendapati teman saya tersebut sendirian, suaminya sedang keluar mengurus sesuatu, dan selang infus untuk induksi mulai dipasang karena pembukaan lambat sekali.

Sebenarnya sejak hari jumat pembukaan sudah terjadi, tapi penambahannya yang sangat lambat. Teman saya pun sempat putus asa karena sudah 2 kali ke klinik tapi tak kunjung melahirkan. Hari sabtu bahkan sepanjang hari sudah beristirahat di klinik tapi tak kunjung bersalin, namun ia memutuskan untuk pulang ke rumah sabtu malam dan kembali lagi ke klinik hari minggu pagi itu.

Pukul 13, sepertinya kontraksi mulai menghebat. Saya hanya bisa membantu teman saya itu dengan memijat-mijat kakinya. Awalnya saya sempat membantu dengan mengelus-elus punggung karena pengalaman saya dulu rasanya cukup nyaman saat punggung dielus-elus namun ternyata teman saya malah merasa terganggu jika dilakukan seperti itu. Maka saya hanya memijat-mijat kakinya untuk membantunya memberikan rasa nyaman.

Awalnya, setiap kontraksi datang, karena suaminya belum ada di sampingnya, dia menggenggam tangan saya erat sekali. Ya saya mengerti bagaimana sakit yang dia alami sehingga saya biarkan dia meremas jemari saya sekeras apa pun yang dia butuhkan. Hingga saat suaminya tiba, peran saya pun akhirnya digantikan. Lalu tubuhnya mulai penuh dengan peluh. Untung saya menemukan sebuah kipas di dekat tempat tidur ruang bersalin tersebut, kemudian saya ambil kipas tersebut dan mulai mengalirkan sedikit angin untuk membantunya merasa sedikit lebih nyaman.

Pukul 14, ternyata bukaan yang terjadi lambat sekali. Teman saya terlihat sangat kecewa. Saya hanya bisa membantu mengingatkan bahwa tak lama lagi dia akan bertemu dengan di kecil, mencoba mengajaknya membayangkan, di sela-sela jeda kontraksi yang berlangsung, betapa bahagia saat si kecil sudah lahir nanti. Sambil suaminya terus membacakan ayat-ayat suci (dzikir) yang menguatkan sang istri.

Pukul 15, menurut bidan bukaan nyaris sempurna dan teman saya diminta untuk mulai ngeden untuk memancing bayi lahir dan tidak lama kemudian dokter pun masuk ke dalam ruang bersalin. Ternyata proses mendorong bayi cukup sulit karena beberapa kali penekanan yang dilakukan terjadi di bagian atas tubuh, bukan di bagian bawah sehingga yang terjadi adalah wajah si ibu merah padam namun bayi tidak terdorong keluar.

Hal ini terjadi sampai beberapa kali, hingga dokter mengusulkan agar bayi divakum saja. Tapi karena saya faham teman saya sangat menginginkan proses persalinan yang alamiah maka saya berusaha membangkitkan semangatnya bahwa dia pasti bisa, sambil terus menyemangatinya dengan mengatakan sedikit lagi bayi akan keluar, kepalanya sudah kelihatan (padahal sebenarnya belum kelihatan), hanya tinggal satu atau dua dorongan si kecil pasti sudah lahir, yah… kalimat-kalimat seperti itu lah.

Proses mendorong bayi kemudian dibantu oleh bidan, yakni bidan membantu mendorong perut dari luar, tapi ternyata tetap saja gagal. Hingga bagian ujung kepala bayi menyangkut cukup lama di ujung rahim. Namun, untunglah semangat teman saya tersebut ternyata besar sekali. Dia terus berusaha, hingga akhirnya berhasil mendorong dengan cara yang tepat dan bayi tampan itu terlahir ke dunia pada sekitar pukul 15.30. pada saat cuaca di luar sedang hujan lebat sehingga suhu di dalam ruang bersalin klinik sederhana tersebut cukup dingin.

Saya pun tak kuasa menahan haru melihat proses kelahiran tersebut, airmata saya tak terbendung tapi saya tersenyum pada teman saya dan memuji semangatnya yang luar biasa. Segera setelah lahir, tali pusarnya dipotong, kemudian dibersihkan seadanya, saya sempat mengingatkan bidan agar tangannya jangan ikut dibersihkan, namun tangan bidan tersebut cepat sekali membersihkan semua bagian tubuh si kecil, termasuk tangannya. Baru kemudian bayi diletakkan di atas dada ibunya. Saya berharap hal tersebut tidak mengganggu insting bayi untuk menemukan puting susu ibunya.

× Halo Available on SundayMondayTuesdayWednesdayThursdayFridaySaturday