Seperti diceritakan oleh Ibu Eska Deanira kepada Fanny Iswandana, Konselor Menyusui dan Anggota Divisi Komunikasi AIMI Pusat
Eska Deanira berbagi pengalaman tentang perjalanan relaktASI (menyusui kembali) bersama Rasmi bayinya yang sekarang berusia 20 bulan lebih.
Melahirkan dengan C-Section. Beberapa jam setelah Rasmi lahir, ibu mertua memberikan susu formula dengan dot. Ibu Eska paham bahwa memberikan dot di hari-hari awal berpotensi besar membuat bayi menolak menyusu. Maka saat ingin menyusui langsung, Rasmi memalingkan wajah dan menangis kencang. Patah hati, marah, sedih, dirasakan beliau. Ternyata ilmu yang diketahuinnya masih kurang, terutama soal mengedukasi lingkungan sekitar. Pulang ke rumah, kondisi baby blues, serta lingkungan yang memaksa untuk Rasmi disusui langsung. Membuat beliau hampir depresi.
RELAKTASI PERTAMA, saat usia Rasmi 21 hari, Ibu Eska beserta bayinya mengunjungi Klinik Laktasi, bertemu dr. Stella Tinia. Menurut dokter, Rasmi bingung puting ringan karena penggunaan dot serta nipple shield juga trauma puting sebab di paksa berjam-jam untuk menyusu. Saat proses relaktasi Ibu Eska belajar posisi serta teknik menyusui juga latch on (pelekatan) yang benar, memerah ASI, dan finger feeding. Dot di ganti dengan finger feeding namun drama masih berlanjut. Akibat lambat memberikan susu, Rasmi heboh dan terantuk jari telunjuk Ibu Eska. Stres karena Rasmi menolak finger feeding, Ibu Eska kembali menggunakan dot. Dan ASI Ibu Eska kering karena tidak rutin diperah.
RELAKTASI KEDUA, teman kuliah Ibu Eska, Fera Kurniawati, memasukkan beliau ke grup Facebook AIMI. Lalu membuka dan membaca dokumen-dokumen grup. Ternyata pengetahuannya tentang ASI hanya kulitnya. Relaktasi masih gagal karena Ibu Eska sakit walau semangat tetap ada.
RELAKTASI KETIGA, saat Rasmi 3 bulan 10 hari Ia mulai menghisap payudara Ibu Eska yang sudah ditempel lactation aid berupa selang NGT dan ASI pun keluar lagi. Dukungan suami serta orang tua yang membelikan softcup feeder melalui adik Ibu Eska membuatnya semangat. Setelah mencoba beberapa media pemberian ASI perah/susu formula seperti, spoonfeeder, gelas sloki dan softcup feeder ternyata hanya softcup feeder yang lancar dan nyaman penggunaan baik untuk Ibu Eska maupun bayinya.
Skin to skin 16 jam/hari selama 4 hari dengan metode menggendong kangguru. Istirahat waktu ganti popok, main sebentar, lalu kangguru-an lagi. Setelah mandi sore, lanjut berkangguru hingga pukul 8 atau 9 malam baru lepas gendongan, sering juga Rasmi tidur dalam pelukan ibu Eska sambil diletakkan di dada beliau seperti saat IMD (Inisiasi Menyusu Dini).
Kurang lebih 16 jam jadi “bayi kangguru” setiap harinya. Di hari pertama Rasmi masih menolak melihat ke arah payudara Ibu Eska, wajahnya menghadap ke tengah dada, tidur pun begitu. Di hari kedua Rasmi mulai menoleh ke kanan & kiri seperti tidak lagi terganggu dengan keberadaan payudara. Hari ketiga Rasmi mendekatkan mulutnya ke payudara. Baru di hari keempat Rasmi menghisap payudara Ibu Eska (yang sudah di pasang lactation aid karena aliran ASI yang masih sedikit).
Menyusui Rasmi dengan “aksesoris” selang NGT berlangsung kurang lebih 100 hari. Ibu Eska sering menangis setiap menyusui Rasmi dengan selang NGT karena ternyata daya hisapnya kacau akibat dot. Hidupnya selama 100 hari itu penuh dengan drama namun di jalani dengan ikhlas dan pasrah.
MOMEN MEMILIH, tanggal 29 Desember 2016 ketika Rasmi berusia 7 bulan 2 hari, kembali ke Klinik untuk kontrol. Ibu Eska diminta untuk memberikan pilihan ke Rasmi mau terus dibantu lactation aid atau mau direct breastfeeding.
Setelah terus memberikan afirmasi positif kepada Rasmi, perjuangan keduanya membuahkan hasil. 1 Januari 2017, Rasmi menolak lactation aid. Rasmi mulai menghisap payudara dan hisapannya kuat, tidak seperti saat relaktasi awal yang hisapannya masih kacau.
Rasmi full ASI tepat saat usia 7 bulan 5 hari. Ibu Eska merasa BANGGA & BAHAGIA, meskipun banyak cibiran “udah 7 bulan baru full ASI”. Walaupun baru full ASI di usia ini, setidaknya Ibu Eska berusaha lepas dari dot dan susu formula.
Tidak jarang Ibu Eska mendengar cerita ibu baru yang minim ilmu laktASI, serta lingkungan sekitar yang kurang pro-ASI, berakhir dengan membeli dot dan memutuskan untuk menjadi ibu perah. Padahal, menurutnya untuk menjadi seorang ibu perah tidaklah mudah, karena dibutuhkan komitmen serta membuat kehilangan momen indah menyusui. Banyak juga yang memutuskan untuk berhenti menyusui dan memberikan susu formula, dengan alasan seperti ASI sedikit, bayi rewel karena kelaparan dan alasan lain.
Untuk kasus bingung puting, sumber masalah adalah dot, ini berarti dot WAJIB dieliminir. Syarat mutlak, harga mati, dot tidak boleh berada satu atap dengan bayi karena relaktASI pasti gagal. Setelah sumber masalah tereliminir, bulatkan tekad, kuatkan mental. Minta dukungan ke suami, berdoa, delegasikan semua pekerjaan rumah tangga. Minta bantuan pendampingan dari Konselor Laktasi atau Dokter Laktasi, karena menurut Ibu Eska proses relaktasi ini tidak mudah & berat, tanpa ada pendampingan dari yang ahli.
Demikian pengalaman Ibu Eska yang sekarang super bahagia karena masih mengASIhi Rasmi.
Kata beliau, “Untuk semua pelaku relaktasi yang masih dibantu lactation aid jangan menyerah, sabar & tetap keras kepala, terus komunikasi dengan bayi, tidak ada usaha yang sia-sia apalagi untuk memenuhi kewajiban seorang Ibu menyusui bayinya. Ibu hamil cari ilmu laktASI sebelum bayi lahir, jadi waktu senggang untuk membaca lebih banyak. Edukasi lingkungan, bisa jadi kita sudah cukup tahu banyak namun tidak ada artinya jika lingkungan belum teredukasi. Tatap muka dengan Konselor Laktasi atau Dokter Laktasi untuk belajar cara & teknik menyusui. Cari faskes dan nakes yang pro-ASI, pro-IMD & pro-Rooming in. Ajak suami dan keluarga untuk belajar bersama. Percayalah, tidak akan ada ilmu yang sia-sia”.