Oleh: Andini Pramono, Ketua Divisi Riset AIMI Pusat
Di tengah krisis iklim yang semakin parah, ada satu solusi kuat yang sering diabaikan: menyusui.
Pekan Menyusui Dunia (World Breastfeeding Week/WBW2025), yang diperingati pada 1–7 Agustus, tahun ini menyoroti hubungan antara menyusui, keberlanjutan lingkungan, dan perubahan iklim. Kampanye ini menyerukan aksi global untuk menjadikan menyusui sebagai pilihan cerdas bagi iklim yang menguntungkan manusia dan bumi.
Menyusui: Makanan Alami Bebas Limbah
Menyusui adalah sumber daya terbarukan yang sempurna. Diproduksi dan disalurkan tanpa pabrik, bahan bakar, kemasan, atau polusi. Berbeda dengan pemberian susu formula yang bergantung pada rantai pasok yang intensif energi, limbah plastik, dan proses industri yang menghasilkan emisi karbon tinggi, menyusui tidak meninggalkan jejak lingkungan.
Produksi susu formula menghasilkan emisi gas rumah kaca yang signifikan, deforestasi, dan konsumsi air yang besar. Misalnya, produksi 1 kilogram susu formula menghasilkan sekitar 4 kilogram emisi CO₂, dan industri formula global menghasilkan jutaan ton limbah setiap tahun. Sebaliknya, menyusui mendukung kesehatan planet sekaligus memberikan nutrisi terbaik bagi bayi.
Sorotan Riset: Studi Kasus Indonesia tentang Menyusui & Iklim
Satu studi yang baru saja diterbitkan di International Breastfeeding Journal (1) memberikan bukti kuat mengapa menyusui harus menjadi prioritas dalam strategi keberlanjutan dan aksi iklim. Dengan menggunakan tiga alat analisis—Mothers’ Milk Tool (MMT), Green Feeding Tool (GFT), dan Cost of Not Breastfeeding Tool (CONBF)—studi ini mengungkap dampak besar di Indonesia:
- Pada tahun 2020, ibu-ibu di Indonesia menghasilkan sekitar 455 juta liter ASI untuk bayi di bawah 6 bulan, dengan nilai ekonomi sekitar US$45,5 miliar.
- Namun, sekitar 62–96 juta liter ASI hilang akibat tergantikan oleh susu formula.
- Jejak karbon dari pemberian susu formula di Indonesia diperkirakan mencapai 215–381 juta kg CO₂ ekuivalen.
- Jejak airnya berkisar antara 93.037 hingga 129.064 juta liter—beban besar bagi sumber daya alam.
- Keluarga menghabiskan sekitar US$598,6 juta per tahun untuk membeli susu formula bagi anak di bawah usia 2 tahun, sementara penjualan ritel susu formula untuk anak usia 0–36 bulan mencapai US$2,25 miliar.
- Pada tahun 2020 saja, sebanyak 27.200 ton susu formula dijual untuk bayi di bawah 6 bulan.
Angka-angka ini menunjukkan biaya tersembunyi dari pemberian susu formula—bukan hanya bagi keluarga, tetapi juga bagi ekonomi nasional dan ekosistem. Studi ini menyerukan agar menyusui diakui sebagai sumber daya nasional yang berharga, bukan sekadar praktik kesehatan.
Membangun Rantai Hangat Dukungan Menyusui
WBW2025 menekankan pentingnya Rantai Hangat Dukungan: jaringan aktor yang saling terhubung dan bekerja sama untuk memberdayakan keluarga. Mulai dari kebijakan nasional hingga kelompok dukungan sebaya, setiap mata rantai memiliki peran penting. Ketika para aktor ini berkolaborasi, ketergantungan pada susu formula dan dampak lingkungannya dapat dikurangi.
Menyusui sebagai Aksi Iklim
Mendukung menyusui bukan hanya intervensi kesehatan—ini adalah strategi aksi iklim. Dengan berinvestasi dalam sistem yang ramah menyusui, kita dapat:
- Mengurangi emisi karbon dari produksi susu formula
- Meminimalkan limbah plastik dan kemasan
- Menghemat air dan energi
- Meningkatkan ketahanan pangan dan kesejahteraan masyarakat
Mari kita prioritaskan menyusui—bukan hanya demi kesehatan bayi, tetapi juga demi masa depan planet kita.
Referensi: