Meski Dalam Pengobatan, Ibu Tetap Dapat Menyusui Lho!

Beberapa waktu yang lalu, seorang teman baik datang kepada saya setelah beberapa waktu tidak bertemu. Kami mengobrol dan menceritakan kabar masing-masing dengan seru-nya. Sampai pada suatu topic, teman saya ini menceritakan kondisi kesehatannya pada saya.

Ia adalah seorang ibu dengan dua putra-putri yang lucu, yang saat ini masih menyusui putri bungsunya (10 bulan). Permasalahan yang ia hadapi adalah, ia menderita suatu penyakit yang harus diatasi dengan obat-obatan tertentu, dan diminta untuk berhenti menyusui oleh dokter-nya.

Sebagai seorang ibu yang berniat menyusui putri-nya sampai 2 tahun, ia kemudian meminta pendapat saya mengenai hal ini. Langsung saja kami berdua mencari tahu tentang efek obat-obatan yang dikonsumsi terhadap ibu menyusui melalui website. Dan betapa gembiranya kami ketika menemukan link ini, yaitu website resmi milik dr. Jack Newman – seorang pakar ASI Internasional yang pernah AIMI undang untuk memberikan seminar di bulan Agustus 2009 lalu – yang menjelaskan dan mendorong ibu yang sedang dalam pengobatan untuk tetap menyusui.

Sedikit berbagi, berikut saya sarikan dan terjemahkan secara bebas dari artikel Breastfeeding and Medications yang ditulis oleh Jack Newman:

Selama bertahun-tahun, banyak ibu diminta untuk berhenti menyusui karena mereka mengonsumsi obat-obatan tertentu atau sedang dalam masa pengobatan. Keputusan untuk terus menyusui ketika ibu berada dalam masa pengobatan, seringkali dipengaruhi oleh kekhawatiran akan masuknya zat kimia obat di dalam Air Susu Ibu (ASI). Sebenarnya, hal seharusnya dikhawatirkan adalah risiko karena tidak menyusui yang akan diderita ibu, bayi dan keluarga ibu serta tentu saja masyarakat. Tentu saja hal ini karena banyak sekali risiko yang akan muncul jika ibu memilih untuk berhenti menyusui, jadi pertanyaan yang seharusnya diajukan kepada mereka yang menyarankan ibu untuk berhenti menyusui adalah: apakah ASI yang mengandung obat dengan kadar yang sangat kecil menjadikannya lebih berbahaya dibandingkan susu formula? Jawabannya tentu saja tidak, ASI akan selalu lebih baik dan tidak tertandingi nilai nutrisi-nya dibandingkan susu formula manapun.

Perlu diingat, bahwa menghentikan proses menyusui selama satu minggu dapat mengakibatkan bayi tersapih secara dini, karena tidak terbiasa menyusu secara langsung pada ibu. Di sisi lain, perlu dipikirkan juga bayi-bayi yang menolak botol susu untuk minum ASI, sehingga saran untuk berhenti menyusui bukan saja tidak tepat, tetapi juga tidak praktis. Memang mudah untuk meminta ibu memerah ASI ketika ibu tidak menyusui langsung, tetapi hal ini bukanlah sesuatu yang mudah untuk dilakukan, karena beberapa ibu malah menderita payudara bengkak karena tidak dapat mengosongkan payudara-nya secara menyeluruh dengan cara memerah.

Menyusui dan Pengobatan pada ibu

Umumnya, obat-obatan yang dikonsumsi ibu akan terserap di dalam ASI, namun dalam kadar yang sangat sedikit. Meskipun ada sebagian obat yang dapat menimbulkan efek samping bagi bayi – meskipun dalam kadar yang sangat rendah – hal ini bukanlah alas an bagi siapapun untuk membuat ibu berhenti menyusui.

Mengapa sebagian besar obat hanya terserap / terbawa dalam kadar yang sangat rendah dalam ASI? Karena apa yang masuk / terserap di dalam ASI sangat tergantung pada kadar yang terbawa di dalam darah ibu, dan hal ini biasanya diukur dengan mikro-atau-miligrams. Lebih jauh lagi, tidak seluruh obat yang terbawa / terserap di dalam darah ibu akan masuk / terserap di dalam ASI. Hanya obat-obatan yang tidak tercampur dengan protein dalam darah ibu yang dapat terserap oleh ASI. Jadi, bayi yang minum ASI dari ibu yang sedang mengonsumsi obat / dalam masa pengobatan tidak akan terpapar / terkontaminasi oleh obat yang dikonsumsi ibu.

Kebanyakan obat aman, jika:

  1. Secara umum diresepkan untuk bayi dan anak-anak: jumlah yang dikonsumsi bayi melalui ASI akan lebih sedikit dibandingkan jika bayi langsung meminum obat tersebut.
  2. Aman dikonsumsi selama kehamilan: hal ini tidaklah selalu tepat, mengingat selama kehamilan tubuh ibu akan membantu mengeluarkan pengaruh obat dari tubuh bayi. Oleh karena itu, secara teoritis, dapat disimpulkan bahwa sebagian kecil zat obat akan terbawa di dalam ASI, namun tidak akan berpengaruh pada ibu dan bayi selama kehamilan (mesikipun kondisi seperti ini jarang terjadi). Meskipun demikian, jika ada kekhawatiran bahwa bayi akan terkontaminasi obat – misalnya obat-obatan antidepresan – kemungkinannya akan lebih besar pada saat ibu mengkonsumsinya ketika hamil dibandingkan ketika menyusui. Penelitian terbaru yang mengemukakan tentang withdrawal symptoms (efek pengeluaran) pada bayi baru lahir yang terkena efek obat-obatan anti depresan SSRI (misalnya: Paxil) selama periode kehamilan, sepertinya semakin menguatkan banyak ibu untuk berhenti menyusui ketika ibu menderita penyakit ini (suatu contoh yang baik untuk menyalahkan ASI untuk segalanya). Pada kenyataannya, Anda tidak dapat mencegal withdrawal symptoms pada bayi melalui ASI, karena hanya sedikit sekali obat yang masuk ke dalam ASI.
  3. Tidak diserap oleh pencernaan: biasanya terjadi pada obat-obatan yang diberikan dengan cara disuntik, misalnya: gentamicin (dan obat-obatan lain dalam keluarga antibiotika), heparin, interferon, anestesi loka, omeprazole. Omeprazole (Losec, prilosec) merupakan salah satu obat yang cukup menarik, karena dapat dilarutkan/dihancurkan dengan sangat cepat oleh pencernaan. Dalam proses pembuatannya, omeprazole dilapisi suatu lapisan pelindung untuk mencegah penghancuran/pelarutan obat, sehingga dapat diserap oleh tubuh ibu. Oleh karena itu, jika ibu menyusui mengonsumsi omeprazole, tetap dapat menyusui, karena obat tersebut hanya sedikit sekali diserap melalui ASI. Kalaupun bayi terpapar oleh obat tersebut, maka jumlahnya akan sangat sedikit dan langsung dihancurkan oleh pencernaan bayi.
  4. Tidak dikeluarkan melalui ASI: beberapa obat-obatan hampir tidak mungkin diserap atau dikeluarkan oleh ASI, misalnya saja: heparin, interferon, insulin, infliximab (Remicade), etanrcept (Enbrel).

Berikut ini adalah obat-obatan yang dinyatakan aman untuk dikonsumsi selama menyusui:

Acetaminophen/Paracetamol (Tylenol, Tempra), alcohol (dalam jumlah yang aman), aspirin (dalam dosis aman dan jangka pendek). Sebagian besar obat-obatan antiepileptic, obat-obatan antihipertensi, tetracycline, codeine, obat-obatan nonsteroidal antiimflammatory (Ibuprofen), prednisone, thyroxin, propylthiourocil (PTU), warfarin, trcyclic antidepressants, sentraline (Zoloft), paroxetine (Paxil), obat-obatan antidepresan lainnya, metronidazole (Flagyl), omperazole (Losec), Nix, Kwellada.

Catatan:

Meskipun aman untuk digunakan selama menyusui, Fluoxetine (Prozac) memiliki kecenderungan untuk tinggal di dalam tubuh dalam jangka waktu yang lama. Oleh karena itu, bayi yang dilahirkan dari ibu yang mengonsumsi obat-obatan jenis ini selama kehamilan, akan menyerap obat ini dalam jumlah yang cukup besar, dan akan ditambah dengan jumlah kecil yang terbawa di dalam ASI ibu. Hal ini dapat mengakibatkan akumulasi fluoxetine yang besar dalam tubuh bayi dan dapat menimbukan efek samping. Hal ini memang jarang sekali terjadi, tetapi jika memang terjadi, ada dua pilihan yang dapat diambil oleh ibu:

  • Menghentikan konsumsi fluoxetine (Prozac) pada 4-8 minggu sebelum kelahiran (due dateI). Dengan cara ini ibu akan menghilangkan pengaruh obat dari tubuhnya, juga dari tubuh bayi. Ketika bayi lahir, ia tidak akan terkontaminasi oleh obat tersebut dan sejumlah kecil fluoxetine yang terbawa di dalam ASI cukup aman untuk dikonsumsi bayi.
  • Jika tidak memungkinkan untuk menghentikan pengobatan dengan Prozac selama kehamilan, cobalah untuk mengganti Prozac dengan obat-obatan lain yang tidak secara signifikan terserap di dalam ASI. Dua pilihan yang cukup baik untuk mengganti Prozac adalah Setraline (Zoloft) dan Paroxetine (Paxil).

Obat-obatan yang digunakan secara eksternal – misalnya obat-obatan untuk asthma, obat-obatan yang dioleskan di mata atau hidung – secara umum aman digunakan selama masa menyusui.

Anestesi local atau regional tidak akan terserap pencernaan bayi dan aman untuk digunakan. Anestesi general akan terserap di dalam ASI dalam jumlah yang sangat sedikit, seperti umumnya obat-obatan lain dan tidak akan menimbulkan efek samping pada bayi. Obat-obatan anestesi memiliki masa tinggal yang sangat pendek dalam tubuh ibu dan dapat dihilangkan dengan sangat cepat dari tubuh. Ibu dapat kembali menyusui sesaat setelah ibu sadar dan nyaman untuk menyusui.

Imunisasi yang diberikan kepada ibu menyusui bukanlah halangan untuk terus menyusui. Imunisasi yang diterima ibu membantu bayi mengembangkan antibody / zat imunitas dari imunisasi tersebut, Rontgen yang menggunakan sinar X biasa tidak mengharuskan ibu untuk berhenti menyusui ketika digunakan dengan material yang kontras (misalnya: intravenous pyelogram). Alasan yang dikemukakan secara medis adalah material tersebut tidak akan terserap di dalam ASI, dan meskipun terserap tidak akan mungkin masuk / terserap oleh tubuh bayi. Hal ini berlaku juga untuk CT scans dan MRI scans. Ibu tidak perlu berhenti menyusi sedetikpun.

Bagaimana dengan scan yang menggunakan radioaktif?

Tidak ada seorang ibu pun yang ingin bayi-nya terkena radioaktif, namun ketika hal ini tidak dapat dihindari, apa yang harus dilakukan?

Ketika seorang ibu diharuskan melakukan rontgen paru-paru atau lymhangiogram atau rontgen tulang dengan material radioaktif, bahan biasa digunakan adalah technetium (meskipun material yang lainpun dapat digunakan).

Technetium memiliki masa hidup setengah / half life (waktu yang diperlukan tubuh untuk menghilangkan ½ dari efek obat) selama 6 jam. Hal ini berarti setelah 5 half lives efek technetium akan hilang dari tubuh ibu. Oleh karena itu, 30 jam setelah terpapar technetium seluruh efek obat akan hilang dan ibu dapat menyusui kembali bayinya dengan aman.

Tetapi, apakah seluruh zat radioaktif harus dihilangkan dari tubuh ibu? Setelah 12 jam, 75% dari technetium akan hilang, dan zat yang terbawa di dalam ASI sangatlah rendah. Dr. Jack Newman berpendapat, setelah 2 half-lives, sebenarnya seluruh technetium akan hilang. Yang penting diingat adalah tidak seluruh scan / pemindaian yang menggunakan technetium mengharuskan ibu untuk berhenti menyusui sementara waktu (misalkan saja rontgen dengan HIDA scan). Hal ini sangat tergantung dari jenis molekul tempat technetium terbawa / attached.

Beberapa hari setelah penggunakan technetium, biasanya produksi / volume ASI akan berkurang. Tetapi hal ini tidak berarti mengharuskan ibu untuk berhenti menyusui setelah melakukan rontgen paru, misalnya. CT scan lebih aman untuk dilakukan dalam kasus ini, karena tidak mengharuskan ibu untuk berhenti menyusui sedetik pun.

Rontgen yang dilakukan pada kasus thyroid berbeda. Radioaktif Iodine (I131) akan terserap di dalam ASI dan dapat tercerna oleh bayi. Hal ini bisa menimbulkan dampak pada kelenjar thyroid bayi. Hal ini harus menjadi perhatian. Oleh karena itu, apakah ibu harus berhenti menyusui? Jawabnya tentu saja tidak, karena kadangkala test yang menggunakan iodine tidak diperlukan untuk kasus thyoroid.

Thyroid yang muncul setelah kelahiran (postpartum thyroiditis) sampai ke penyakit Graves (penyakit thyroid stadium lanjut yang membutuhkan treatment rontgen), tidak memerlukan rontgen thyroid. Ibu harus mencari informasi selengkapnya dari tenaga kesehatan dan fasilitasn kesehatan mengenai hal ini. Jika tidak dapat dihindari, dimungkinkan melakukan rontgen thyroid I123 yang hanya memerlukan waktu 12 sampai 24 jam bagi ibu untuk berhenti menyusui (tergantung dari dosis technetium yang diberikan). Jangan lupa untuk memerah ASI sebelum melakukan rontgen thyroid, agar bayi tetap dapat mengonsumsi ASI.

Jadi, walaupun dalam masa pengobatan, ibu tetap bisa dan sangat dianjurkan untuk menyusui anaknya.

Disclaimer:
Artikel ini merupakan ringkasan dan terjemahan bebas dari artikel yang berjudul Breastfeeding and Medications. Tujuan dari penulisan artikel ini adalah untuk berbagi informasi & pembelajaran bersama.

Artikel ini telah dibaca [CPD_READS_THIS] kali

× Halo Available on SundayMondayTuesdayWednesdayThursdayFridaySaturday