Benarkah ASI melindungi bayi dari alergi?

Alergi adalah reaksi imunitas tubuh yang berlebihan terhadap suatu bahan. Imunitas tubuh kita seharusnya bekerja untuk melindungi tubuh kita dari bahaya,seperti virus, bakteri, atau jamur, namun, pada individu yang alergi, tubuh bereaksi pula terhadap bahan yang tidak berbahaya, seperti protein ikan, susu sapi, debu, cuaca, dengan respon yang berlebihan. Alergi sangat dipengaruhi oleh faktor keturunan, yaitu anak dari orang tua yang memiliki riwayat alergi memiliki risiko yang lebih besar untuk terkena penyakit alergi. Penyakit alergi yang sering contohnya adalah alergi makanan, asma, rhinitis alergika (pilek dan bersin berkepanjangan jika terkena udara dingin atau debu), dan dermatitis atopik (eksim / gatal-gatal pada kulit akibat alergi). Saarinen dan Kajosaari (1995) melakukan penelitian dengan memantau kondisi 150 bayi sejak lahir hingga usia 17 tahun, dan menemukan bahwa ASI dapat mencegah timbulnya alergi, baik alergi makanan, eksim, maupun alergi pernapasan, selama masa kanak-kanak dan remaja.

Sebelum usia 6-9 bulan, usus bayi mudah ditembus protein asing, dapat diandaikan seperti kain kasa yang berlubang-lubang, jika kita taburi tepung atau gula pasir ke atasnya, dengan mudah bahan-bahan ini menembus permukaan kain kasa tersebut. ASI mengandung sel antibodi sIgA dalam jumlah tinggi, antibodi jenis inilah yang berperan melapisi permukaan usus bayi, sehingga menjadi lebih rapat dan tidak mudah ditembus protein asing. Protein susu sapi merupakan alergen (bahan penyebab alergi) yang paling sering menimbulkan reaksi pada bayi. Protein dalam susu sapi yang sering memicu alergi mencakup laktoglobulin, kasein, albumin serum sapi, dan laktalbumin. Selain mengandung imunoglobulin, ASI juga mengandung oligosakarida, sitokin, glikoprotein, LCPUFA, lisozim, nukleotida, dan komplemen. Bahan-bahan ini dapat mengendalikan reaksi tubuh terhadap bahan asing, sehingga tidak muncul reaksi yang berlebihan.

Gejala alergi dapat berupa muntah, diare, kolik, bahkan keluarnya BAB darah (baik yang tampak jelas berupa darah segar, maupun darah samar yang dibuktikan oleh pemeriksaan mikroskopik). Pada bayi dapat pula timbul gejala pada saluran napas berupa pilek,batuk, dan asma, maupun gejala kulit berupa eksim atau kaligata. Pada alergi, antibodi yang berperanan adalah IgE. Antibodi ini teraktivasi oleh adanya protein asing, dan hanya diperlukan 1x kontak untuk membuat IgE teraktivasi. Pada kontak selanjutnya, sel imunitas tubuh kita sudah memiliki memori secara spesifik terhadap protein tersebut dan akan memicu timbulnya reaksi yang sama, terus menerus. Konsumsi ASI secara eksklusif membantu pematangan "pelapis usus" dan menghalangi masuknya molekul pemicu alergi sehingga IgE tidak teraktivasi,sampai kelak bayi sudah berusia lebih dari 6 bulan dan sel imunitasnya sudah berfungsi dengan lebih sempurna. Penelitian Furukawa dkk (1994) menemukan bahwa bayi dengan susu formula memiliki kadar IgE yang lebih tinggi daripada bayi ASI, sehingga lebih mudah terkena penyakit alergi.

Pencegahan Alergi Makanan Pada Bayi

Bisakah bayi ASI terkena alergi? Bisa. Hal ini biasanya disebabkan oleh bahan pemicu alergi yang dikonsumsi oleh ibu, sehingga terdapat pula di dalam ASI dan diterima oleh bayi. Bahan makanan pemicu tersering adalah protein susu sapi dalam ASI, karena ibu mengkonsumsi produk yang mengandung susu sapi. Pada kasus kecurigaan alergi akibat protein susu sapi di dalam ASI, ibu dapat dianjurkan untuk berpantang semua produk yang mengandung susu sapi selama 7-10 hari, dan melihat responnya pada bayi. Jika tidak ada perbaikan, ibu dapat mulai mengkonsumsi produk susu kembali, karena berarti bukan ini penyebabnya. Selain susu sapi, bahan makanan lain yang dapat menyebabkan alergi adalah telur, tepung terigu, kacang-kacangan, jagung, makanan laut, buah-buahan yang mengandung sitrus (jeruk, lemon, fruit punch, dll) dan tomat. Alergi memang merupakan penyakit yang kompleks, karenanya diperlukan konsultasi dengan ahlinya untuk membantu menentukan pola makan Ibu. Jangan sampai karena berpantang dari semua jenis makanan yang diduga pemicu, Ibu akhirnya hanya makan nasi putih saja sehingga asupan gizi tidak seimbang.

Berikut adalah anjuran berdasarkan Evidence Based Medicine (EBM) terbaru untuk mencegah alergi makanan pada bayi:

  • Untuk semua bayi:
    • Aplikasikan pola makan sehat dan seimbang bagi ibu selama hamil dan menyusui, termasuk berbagai jenis makanan yang berpotensi alergenik.
    • ASI eksklusif adalah nutrisi terbaik untuk bayi selama 6 bulan pertama kehidupannya.
    • Pemberian suplementasi susu selain susu sapi formula standar, termasuk susu berbahan dasar kedelai, susu kambing, domba, rice-milk, dan lain sebagainya, tidak direkomendasikan karena belum terbukti efektifitasnya dalam menurunkan risiko alergi pada bayi.
    • Penyapihan sebaiknya tidak dilakukan sebelum usia minimal 17 bulan.
    • Mulailah MPASI selagi bayi masih menerima ASI, sebaiknya pada usia 6 bulan.
    • Pemberian MPASI terlalu dini meningkatkan risiko alergi pada bayi, kalaupun diperlukan pemberian makanan bayi pada usia 4-6 bulan haruslah dari bahan makanan dengan potensi alergi rendah.
    • Pemberian MPASI terlalu lambat dapat mengganggu pertumbuhan dan perkembangannya, serta menghambat proses pengenalan berbagai jenis makanan sehingga akan meningkatkan risiko terjadinya alergi.
    • Pada usia 12 bulan bayi sebaiknya telah menerima semua jenis makanan yang cocok untuk usianya, termasuk bahan-bahan yang berpotensi alergi.
    • Hindari paparan asap rokok selama hamil dan setelah bayi lahir.
    • Selama hamil dan menyusui, minimalkan penggunaan obat antimual, obat golongan NSAID, dan parasetamol.
  • Untuk bayi dengan riwayat alergi pada keluarganya:
    • Jangan berikan susu sapi formula standar selama 4-6 bulan pertama, jika diperlukan, alternatif yang direkomendasikan adalah susu formula hidrolisat parsial atau total. Formula jenis ini diberikan sampai usia 4-6 bulan, atau sampai bayi menerima susu sapi dalam bentuk lain pada MPASI nya.
    • Saat memperkenalkan bahan makanan alergenik, seperti gandum, telur, dan susu, mulailah dari jumlah sedikit (misalnya setengah sendok teh), dan satu jenis saja setiap kalinya.
    • Hindari pemaparan terhadap tungau debu rumah (house dust mite) dengan menjaga kebersihan kamarnya dan melapisi tempat tidurnya dengan seprai tahan-air.

Sudah terbukti bahwa ASI membantu menurunkan risiko alergi pada bayi, di samping berjuta manfaat lainnya. Jadi, masih perlukah bertanya apakah ASI yang terbaik untuk bayi? Definitely not. It is the best for the baby and the whole family.

Selamat menyusui, salam ASI!

Referensi :

  • Riordan J,Wambach K. Breastfeeding and Human Lactation, 4th edition. Jones and Bartlett Publishers,2010.
  • Handout #2 Colic in the breastfed baby, written by Jack Newman MD,FRCPC, 2003
  • Grimshaw K. Food Allergy Prevention. Current Allergy & Clinical Immunology, March 2012 Vol 25, No.1.

Terdapat pada kategori Informasi pada 17 Oct 2012

Informasi Lainnya

Yuk, Berpartisipasi Dukung AIMI

AIMI 15th SEHATI Virtual Run & Ride

MengASIhi x COVID-19