Rilis Asosiasi Ibu Menyusui Indonesia (AIMI)
Visi Misi Pasangan Calon 01 dan 02 terkait Penanggulangan Isu Stunting di Indonesia
Menanggapi visi misi kedua pasangan calon (paslon) presiden dan wakil presiden yang akan ikut serta dalam kontestasi pemilihan presiden 17 April 2019 serta menyimak pemaparan dan debat calon wakil presiden dari Paslon 01 KH Ma’ruf Amin dan calon wakil presiden dari Paslon 02 Sandiaga Salahuddin Uno yang berlangsung hari Minggu, 17 Maret 2019, dengan ini Asosiasi Ibu Menyusui Indonesia (AIMI) memandang perlu untuk memberikan informasi faktual kepada masyarakat sebagai berikut:
- AIMI menyampaikan apresiasi kepada kedua paslon yang telah memasukkan isu stunting sebagai salah satu fokus utama rencana kebijakan bidang kesehatan. Namun demikian, isu stunting sebaiknya tidak dijadikan komoditas politik yang nantinya akan membawa pada munculnya solusi-solusi yang juga bersifat politis. Pencegahan stunting memang telah menjadi sebuah program nasional. Karena jika tidak dicegah, dampaknya akan luar biasa terhadap generasi Indonesia di masa mendatang. Apalagi ditambah adanya bonus demografi di rentang waktu 2030-2040 dimana jumlah usia produktif masyarakat Indonesia sangatlah besar sehingga dapat menjadi sebuah keuntungan strategis bila kualitas sumber dayanya juga baik dan bukan didominasi oleh generasi yang pendek, dengan tingkat kecerdasan rendah dan dihantui oleh berbagai penyakit degeneratif.
- Stunting adalah kondisi dimana balita memiliki panjang atau tinggi badan yang kurang jika dibandingkan dengan umurnya. Kondisi ini diukur dengan panjang atau tinggi badan yang lebih dari minus dua standar deviasi median standar pertumbuhan anak dari WHO
[1]. Balita stunting termasuk masalah gizi kronik yang disebabkan oleh banyak faktor seperti kondisi sosial ekonomi, gizi ibu saat hamil, sakit pada bayi, dan kurangnya asupan gizi pada bayi. Balita stunting di masa yang akan datang akan mengalami kesulitan dalam mencapai perkembangan fisik dan kognitif yang optimal. Kejadian balita stunting (pendek) merupakan masalah gizi utama yang dihadapi Indonesia. Berdasarkan data Pemantauan Status Gizi (PSG) selama beberapa tahun terakhir, pendek memiliki prevalensi tertinggi dibandingkan dengan masalah gizi lainnya seperti gizi kurang, kurus, dan gemuk. Prevalensi stunting di Indonesia sesuai data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 sebesar 30,8%. - Mencegah stunting secara efektif hanya dapat dilakukan sejak dalam kandungan dan dalam 1000 hari pertama kehidupan. Itu artinya ada 4 fase penting dalam mencegah stunting, yaitu: fase pre-konsepsi atau tahapan perencanaan/persiapan kehamilan, fase kehamilan, fase menyusui hingga usia 2 tahun atau lebih, dan fase pemberian makanan padat pendamping Air Susu Ibu (ASI) yang dimulai sejak bayi berusia 6 bulan.
- Segala bentuk solusi instan berupa pembagian asupan tambahan BUKAN solusi efektif mencegah stunting, apalagi jika tidak diikuti upaya perbaikan dan edukasi yang komprehensif dan berkelanjutan kepada masyarakat.
- Segala bentuk solusi instan berupa bagi-bagi susu yang juga melibatkan berbagai elemen masyarakat termasuk dunia usaha berpotensi membuka celah yang besar terhadap praktik konflik kepentingan dan pelanggaran terhadap Kode Internasional WHO terkait Pemasaran Produk Pengganti ASI. Kode WHO yang ditetapkan di tahun 1981 ini dibuat untuk melindungi dan mendukung menyusui dengan mengatur praktik perdagangan susu formula (selanjutnya akan disebut “formula”) dan makanan pengganti ASI. Kode ini mengatur pemasaran formula yang targetnya adalah perusahaan/produsen formula dan BUKAN pengguna formula.
- Indonesia saat ini menghadapi kondisi double burden dengan tingginya angka stunting dan juga meningkatnya angka obesitas. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya tingkat konsumsi makanan yang meningkat dan tidak disertai dengan pemberian informasi yang memadai tentang pola makan gizi seimbang dan pola hidup sehat.
[2]
Dari fakta-fakta di atas, AIMI juga ingin memberikan rekomendasi kepada kedua paslon untuk dapat membenahi dan menyempurnakan visi misi mereka terkait penanggulangan stunting di Indonesia:
I. Rekomendasi Umum Bagi KEDUA Paslon
- Tata kelola Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan (BPJS) Kesehatan perlu memasukkan unsur pelayanan masa pre-marital dan pre-konsepsi terhadap calon ibu, antenatal care yang komprehensif, post-natal care yang di dalamnya termasuk layanan bantuan menyusui oleh konselor menyusui serta edukasi mengenai pemberian makanan pendamping ASI yang bergizi seimbang dan bervariasi dengan bahan-bahan lokal yang mudah didapat dan terjangkau ekonomi keluarga.
- Mengatasi stunting diperlukan setidaknya tiga (3) komponen penting yang mencakup pola asupan, pola parenting (pola asuh), dan pola kebersihan serta sanitasi.
II. Rekomendasi bagi Paslon 01
A. Visi Misi Paslon 01
Dalam Misi Paslon 01 yang tercantum dalam dokumen “Meneruskan Jalan Perubahan untuk Indonesia Maju” terdapat misi peningkatan kualitas manusia Indonesia yang di dalamnya termasuk antara lain:
1. Mengembangkan sistem jaminan gizi dan tumbuh kembang anak yang di dalamnya terdapat upaya pencegahan stunting lewat upaya sebagai berikut:
a. Mempercepat pemberian jaminan asupan gizi sejak dalam kandungan.
b. Memperbaiki pola asuh keluarga, termasuk memastikan setiap anak mendapatkan imunisasi untuk mencegah anak terkena penyakit berat yang dapat dicegah dengan imunisasi.
c. Memperbaiki fasilitas air bersih dan sanitasi lingkungan yang mendukung tumbuh kembang anak.
2. Mengembangkan Reformasi Sistem Kesehatan yang antara lain berfokus pada:
a. Memperkuat program promotif dan preventif dengan pembudayaan gerakan hidup sehat dalam masyarakat serta peningkatan pengawasan kualitas obat dan makanan yang dikonsumsi masyarakat.
b. Percepatan pemerataan pembangunan infrastruktur dasar, terutama SPAM dan perbaikan sanitasi, seperti tiap rumah tangga memiliki jamban, untuk meningkatkan kualitas hidup sehat.
c. Meningkatkan akses warga miskin di seluruh pelosok tanah air untuk mendapatkan bantuan kesehatan (PBI JKN-KIS).
d. Meningkatkan efektivitas program JKN-KIS melalui percepatan peningkatan kepesertaan JKN-KIS serta peningkatan kualitas layanan kesehatan program JKN-KIS.
e. Mempercepat pemerataan fasilitas dan kualitas pelayanan kesehatan, termasuk di desa-desa dan wilayah 3T (Tertinggal, Terdepan, dan Terluar) dengan skema DAK Fisik.
f. Mempercepat upaya penurunan Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB).
B. Rekomendasi AIMI Spesifik Bagi Paslon 01
1. Mengingat Paslon 01 menekankan pada program dukungan terhadap menyusui seperti yang disampaikan oleh Cawapres KH Ma’ruf Amin dalam Debat 17 Maret 2019 lalu, mesti dimanifestasikan dalam kebijakan yang komprehensif untuk mendukung menyusui, antara lain:
a. Memasukkan layanan “7 Kontak Plus Menyusui” dalam skema yang ditanggung oleh BPJS. “7 Kontak Plus Menyusui” ini adalah waktu-waktu khusus yang dimana calon ibu dan ibu menyusui dianjurkan untuk bertemu dan berkonsultasi dengan konselor menyusui sehingga didapatkan informasi yang relevan mengenai ASI, menyusui, dan permasalahannya. “7 Kontak Plus Menyusui” tersebut dilakukan saat: trimester kedua dan ketiga kehamilan, Inisiasi Menyusu Dini (IMD), tiga hari pertama setelah melahirkan, masa nifas hari ke-7, 14 dan 39 serta waktu-waktu lain yang dibutuhkan oleh ibu.[3]
b. Dan tentunya juga memastikan tersedia tenaga konselor menyusui di semua fasilitas kesehatan yang menangani ibu dan bayi.
c. Menindak tegas fasilitas kesehatan dan tenaga kesehatan yang belum menjalankan protap mendukung menyusui, antara lain: melaksanakan Inisiasi Menyusu Dini (IMD) minimal sejam dengan benar, pelaksanaan rawat gabung bagi semua pasien di semua kelas, tidak memberikan formula tanpa indikasi medis yang tepat, serta bantuan menyusui bagi semua ibu setelah melahirkan.
[4]
d. Menindak tegas fasilitas dan tenaga kesehatan yang masih memberikan bingkisan atau paket formula dan/atau botol dot kepada pasien karena melanggar pasal 33 pada Peraturan Pemerintah tentang ASI Eksklusif no 33 tahun 2012.
e. Penurunan angka stunting tidak dapat hanya mengandalkan Pemberian Makanan Tambahan (PMT) seperti yang sekarang ini sudah dilakukan. Jika hanya mengandalkan metode PMT, maka dikhawatirkan Indonesia membutuhkan waktu satu dekade untuk mencapai prevalensi stunting minimal WHO yaitu sebesar 20%.
[5] Sehingga Paslon 01 harus memperbarui strateginya secara lebih integratif dan berkelanjutan dalam mengatasi isu stunting ini. Praktik bagi-bagi formula dan makanan tambahan bayi instan yang saat ini masih sering dilakukan tanpa diikuti dengan upaya pendampingan dan konseling harus dihentikan. Buku Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) yang terisi dengan baik harus menjadi syarat anak saat kontrol ke puskesmas atau RS, bukan hanya berhenti sebagai syarat saat kontrol kehamilan yang ditanggung oleh BPJS. Sesuai data Riskesdas 2018, proporsi pemantauan pertumbuhan di buku KIA pada anak usia 0-59 bulan hanya berkisar 57,2%.
f. Peningkatan kapasitas kader posyandu dan tenaga kesehatan di lini depan seperti bidan dan perawat yang benar-benar mampu mengisi, membaca dan menterjemahkan grafik Kartu Menuju Sehat (KMS) dalam Buku KIA. Hingga saat ini deteksi dini stunting sering terhambat oleh lemahnya kapasitas kader dan tenaga kesehatan terutama yang ada di garis depan seperti di Posyandu dan Puskesmas. Akibatnya sistem rujukan terhadap bayi dan baduta yang dicurigai stunting sering terlambat dilakukan.
III. Rekomendasi bagi Paslon 02
A. Visi Misi Paslon 02
Dalam Program Aksi Peningkatan Layanan Kesehatan Prabowo-Sandi ada beberapa poin yang terkait, baik langsung maupun tidak langsung dengan upaya pencegahan stunting, yaitu:
1. Mencegah terjadinya stunting pada anak Indonesia dengan Program Gizi Seimbang dan Gerakan EMAS (Emak-Emak dan Anak-anak Minum Susu).
2. Memperkuat program Gerakan Masyarakat Hidup Sehat untuk mencegah penyakit, baik penyakit menular (TB, HIV, dan lain lain) dan penyakit tidak menular (jantung, stroke, dan lain lain).
3. Memperbaiki tata kelola BPJS kesehatan untuk mencegah defisit dan meningkatkan pelayanan kesehatan yang berkualitas dengan memprioritaskan upaya promotif dan preventif dan perumusan kebijakan BPJS yang lebih pro-rakyat, pro-tenaga kesehatan, pro-fasilitas kesehatan dan pro-pengadaan farmasi.
4. Memperkuat program pemberdayaan masyarakat untuk hidup sehat seperti revitalisasi Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu), Pos Pembinaan terpadu (Posbindu), Usaha Kesehatan Sekolah (UKS), Pos Kesehatan Desa (Poskesdes), dan Pos Kesehatan Pesantren (Poskestren)
5. Memperbaiki kualitas gizi, air bersih, dan sanitasi masyarakat dalam mengatasi ancaman stunting
B. Rekomendasi AIMI Spesifik Bagi Paslon 02
1. Menghentikan rencana program Gerakan Emas. Jika menilik dari laman Gerakan Emas (
https://www.gerakanemas.id). Gerakan Emas yang membuka peluang bagi peran aktif semua pihak, termasuk dunia usaha dalam program pengadaan susu berpotensi memunculkan konflik kepentingan karena program ini membuka peluang besar bagi para raksasa produsen formula bayi dan anak untuk berkontribusi di dalamnya. Dalam pernyataannya di debat 17 Maret 2019, cawapres Sandiaga Uno menyampaikan bahwa “siapa saja yang ingin menyumbangkan susu, tablet, kacang hijau, silakan. Dan ini merupakan bagian dari pada program partisipatif kolaboratif yang ingin kita hadirkan untuk Indonesia karena tidak bisa diselesaikan pemerintah sendiri, harus melibatkan juga pihak-pihak lain termasuk pihak-pihak dunia usaha”. Penyebutan elemen “dunia usaha” dalam program ini membuka peluang konflik kepentingan seperti yang telah dijelaskan dalam bagian informasi faktual di atas.
2. Salah satu poin Gerakan Emas juga dinilai tidak efektif dan akan menuai banyak permasalahan. Poin ini berbunyi: “membagi sapi perah dan kambing kepada sebuah komunal yang terdiri dari 10 keluarga yang mana susunya dapat diminum anak mereka dan sisanya dijual ke koperasi/pasar”. Ini artinya seluruh masyarakat mesti memiliki lahan, sumber daya, dan kapasitas untuk memelihara dan mengembangkan hewan ternak. Gagasan ini dinilai tidak aplikatif, memunculkan masalah-masalah baru dan menambah beban baru pada masyarakat yang mestinya fokus ke kesehatan ibu dan anak.
3. Dalam laman Gerakan Emas di atas juga terdapat poin mengenai penggalangan “bantuan berupa kacang hijau setiap hari minimal tiga (3) bulan untuk ibu hamil stunting dan ibu menyusui stunting oleh masyarakat untuk masyarakat. Sementara untuk balita stunting usia 2 sampai dengan 8 tahun memperoleh bantuan masyarakat berupa sebotol susu setiap hari selama minimal tiga (3) bulan”. Program ini dinilai tidak konsisten dengan visi misi Paslon 02 tentang Program Gizi Seimbang di atas. Susu dan kacang hijau BUKAN SATU SATUNYA sumber protein yang penting dan mudah didapat. Variasi berbagai jenis sumber protein nabati dan hewani penting untuk menjaga ketercukupan Angka Gizi Harian bagi setiap orang. Setiap keluarga juga harus mendapatkan edukasi yang lengkap mengenai apa itu pola makan bergizi seimbang dan bagaimana menyusun menu yang bervariasi dan bergizi namun terjangkau ekonomi keluarga. Dalam debat yang diselenggarakan 17 Maret lalu, calon wakil presiden Sandiaga Uno berharap agar program pencegahan stunting yang mereka jalankan dapat secara signifikan mengurangi angka stunting 5 tahun ke depan. Tetapi jika programnya bersifat bagi-bagi asupan, apalagi jenisnya sudah ditentukan, hal ini akan sulit tercapai.
4. Penekanan perbaikan pola asupan lebih pada program-program yang mendukung kampanye menyusui dan konseling menyusui, serta promosi dan edukasi mengenai Program Gizi Seimbang bagi seluruh keluarga, terutama pada para calon ibu, ibu hamil, bayi dan baduta yang sudah mendapatkan makanan pendamping ASI.
Jakarta, 26 Maret 2019
Asosiasi Ibu Menyusui Indonesia (AIMI)
Nia Umar, S.Sos, MKM, IBCLC
Ketua Umum
Narahubung: Nia Umar, S.Sos, MKM, IBCLC (nia@aimi-asi.org)
Informasi tentang AIMI :
Asosiasi Ibu Menyusui Indonesia (AIMI) adalah organisasi nirlaba berbasis kelompok sesama ibu menyusui dengan tujuan menyebarluaskan pengetahuan dan informasi tentang menyusui serta meningkatkan angka ibu menyusui di Indonesia.
Berdiri pada tanggal 21 April 2007, saat ini AIMI terdapat di 16 daerah/provinsi yakni Sumatra Utara, Bangka Belitung, Sumatra Barat, Jambi, Lampung, Kepulauan Riau, Sumatra Selatan, Jawa Barat, Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa Timur, Bali, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, dan Sulawesi Selatan. Serta memiliki cabang di 9 kota/kabupaten di luar ibu kota provinsi yakni Depok, Cirebon, Bekasi, Bogor, Solo, Purwokerto, Bantul, Malang, dan Sorowako. Sekretariat AIMI berkedudukan di DKI Jakarta.
Referensi :
[1]
Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI, Buletin Jendela Data dan Informasi Kesehatan, Semester I 2018: Situasi Balita Pendek 9Stunting) di Indonesia, hal. 2.
[2]
http://www.worldbank.org/in/news/feature/2015/04/23/the-double-burden-of-malnutrition-in-indonesia
[3]
https://www.who.int/maternal_child_adolescent/documents/pdfs/bc_participants_manual.pdf
[4]
http://gizi.depkes.go.id/download/PP%20no.%2033%20tahun%202012%20tentang%20pemberian%20ASI%20eksklusif.pdf
[5] Agus Pambagio dan Sofie Wasiat, “Lampu Merah Bonus Demografi: Stunting” dimuat dalam
https://kumparan.com/agus-pambagio/lampu-merah-bonus-demografi-stunting-1547820940658156226, diakses pada 24 Maret 2019, pukul 10.18 WIB