Ditulis oleh: Lianita Prawindarti – Konselor Menyusui AIMI, Ibu dari Emma Zara, 6 tahun
Tulisan ini telah dipublikasikan sebelumnya di majalah Food For Kids edisi Agustus 2016.
“Payudara saya lembek, sepertinya ASI saya kurang”
“Si kecil bolak balik menyusu dan sulit tidur, saya khawatir ASI saya sedikit. Perlukah diberi susu formula?”
Dua pertanyaan ini cukup sering disampaikan kepada konselor menyusui. ASI tidak cukup atau ASI yang DIPERSEPSIKAN tidak cukup adalah masalah yang paling umum ditemui pada ibu menyusui.
ASI ‘PASTI’ Tidak Cukup
Tanda ‘PASTI’ ASI tidak cukup artinya ASI yang didapat bayi benar-benar kurang. Bisa karena produksi ASI memang menurun atau produksi ASI sebetulnya mencukupi tapi bayi tidak mendapatkan ASI yang dia butuhkan. Hal ini ditandai dengan frekuensi buang air kecil yang kurang dari 5-6 kali per 24 jam dan biasanya warna urine bayi cenderung kuning pekat serta kenaikan berat badan yang kurang (misal: berat badan bayi newborn tidak kembali ke berat lahirnya dalam waktu maksimal 2 minggu setelah kelahiran atau pola peningkatan berat badan bayi yang tidak menunjukkan kurva peningkatan sesuai dengan growth chart pertumbuhan bayi ASI versi WHO).
Penyebab ASI tidak cukup biasanya ada beberapa, antara lain: penggunaan formula sejak awal kelahiran, tidak rawat gabung sehingga ibu tidak bisa menyusui on demand, pelekatan menyusui (latch-on) yang kurang pas, menyusui yang dijadwal/bukan sesuai permintaan bayi, ataupun kondisi oral motor bayi seperti tali lidah pendek (tongue tie), atau bisa juga karena kondisi ibu yang mengalami baby blues setelah melahirkan. Sebab lain yang mendominasi turunnya produksi ASI adalah penggunaan dot dan/atau empeng yang biasa disebut ‘bingung puting’. Yang banyak dipahami masyarakat, bingung puting adalah bayi menolak menyusu ke payudara akibat sudah mengenal dot/empeng. Padahal bingung puting juga bisa ditandai dengan menurunnya produksi ASI akibat perubahan hisapan alami bayi. Bayi yang sudah kenal dot biasanya menghisap payudara layaknya dia menghisap dot. Akibatnya, payudara tidak lagi dapat dikosongkan dengan baik dan secara bertahap produksi ASI akan menurun.
ASI ‘DIPERSEPSIKAN’ Tidak Cukup
Ini artinya produksi ASI sebetulnya cukup, tetapi ibu mendapati berbagai tanda yang DIPERSEPSIKAN merupakan tanda ASI tidak cukup. Tanda-tanda itu antara lain adalah: bayi menjadi sering menyusu, bayi sering menangis, bayi sering terbangun, bayi menyusu sangat lama, dan payudara ibu terasa lembek terus. Yang sering menjadi masalah adalah lebih banyak ibu sebetulnya hanya merasa ASI-nya tidak cukup. Mari kita bahas bersama-sama bahwa tanda-tanda MUNGKIN tidak selalu benar.
Pertama, menangis adalah cara bayi berkomunikasi. Bayi menangis tidak selalu karena lapar. Bisa karena kepanasan, kedinginan, ingin dipeluk, bosan atau merasa sendirian. Bayi yang hanya mengkonsumsi ASI juga akan lebih sering bangun ketimbang bayi yang mengkonsumsi formula. ASI mudah dicerna sehingga bayi cepat lapar dan cepat terbangun kembali. Jika diberi formula, bayi akan tidur lebih panjang karena formula sulit dicerna. Analoginya sama seperti kita makan banyak dan kekenyangan. Rasanya mata akan selalu mengantuk. Kasein dalam formula kadarnya cukup tinggi dan sulit dicerna. Kasein membentuk gumpalan seperti karet dan mengendap di usus bayi.
Kedua, bayi yang sering sekali menyusu juga belum tentu menandakan ASI tidak cukup karena ASI sangat mudah diserap sehingga bayi akan mudah kenyang dan mudah lapar kembali. Apalagi bayi yang baru lahir memiliki ukuran lambung hanya sebesar kelereng kecil. Fase growth spurts pada bayi juga ditandai dengan frekuensi menyusu yang lebih sering.
Ketiga, payudara yang terasa lembek bukan berarti tidak ada ASI. Itu tanda produksi ASI sudah mengikuti kebutuhan bayi. Di awal-awal fase menyusui, payudara kita akan sering terasa penuh dan kencang karena produksi ASI sedang mencari keseimbangan dengan kebutuhan bayi. Ketika supply dan demand sudah “bertemu”, payudara justru akan jarang terasa penuh dan kencang. Selain itu, pengaruh hormon juga membuat produksi ASI di awal kelahiran cenderung melimpah. Setelah hormon lebih stabil, produksi ASI menjadi lebih stabil.
Keempat, hasil perahan sedikit. Padahal yang penting untuk dipahami, hasil perahan seringkali tidak mencerminkan produksi ASI yang sesungguhnya. Jika ibu tidak rutin memerah maka hasil perahannya sedikit walaupun sebetulnya produksi ASI cukup banyak jika disusukan langsung.
Kelima, ibu membandingkan dengan bayi lain atau dengan kakak si bayi. Kebutuhan setiap bayi berbeda. Pola menyusunya juga berbeda. Bayi yang menyusu lebih sering tidak selalu berarti menyusu lebih banyak. Ada bayi yang menyusu sedikit sedikit tapi sering. Ada bayi yang menyusu lebih lama tapi frekuensinya jarang.
Yang penting untuk dicatat, seringkali produksi ASI sebetulnya cukup tapi bayi tidak mendapatkan ASI yang dia butuhkan. Salah satu faktornya karena pelekatan (latch-on) yang tidak pas. Faktor lain misalnya: bayi yang sangat suka tidur, bayi yang sering gelisah saat disusui (bisa karena posisi menyusui tidak nyaman atau kondisi lingkungan tidak kondusif), atau bisa juga karena bayi tersedak akibat aliran ASI yang deras. Apabila kondisi ini terjadi dalam kurun waktu tertentu dan tidak segera diperbaiki, maka produksi ASI bisa benar benar menurun.
Apa yang dapat ibu lakukan jika produksi ASI benar benar menurun?
Pertama, tentu dengan memperbaiki pelekatan (latch-on), karena menyusui dengan pelekatan yang benar akan membuat payudara dikosongkan dengan lebih baik.
Kedua, susui bayi sekehendaknya. Jangan lihat jam, lihat petunjuk dari bayi.
Ketiga, perbanyak waktu bersama bayi. Gendong bayi ke manapun Anda beraktivitas. Sekarang ada banyak pilihan jenis gendongan bayi atau baby sling. Gunakan ini agar bisa membawa bayi ke manapun. Jika ibu dan bayi sedang di rumah, intensifkan kontak kulit (skin to skin) baik saat menyusui maupun tidak.
Keempat, ibu menghindari stres serta menjaga asupan bergizi agar tubuh selalu bugar. Tubuh yang bugar dan mood yang baik akan membantu kelancaran aliran ASI.
Kelima, menerapkan teknik breast compression saat menyusui saat bayi menghisap payudara tetapi tidak terlihat meminum ASI (ngempeng). Teknik ini diperkenalkan oleh Jack Newman MD, FRCPC, IBCLC, pakar laktasi asal Kanada. Mulailah menekan payudara dengan satu tangan. Gunakan ibu jari dan salah satu jari untuk menekan dua sisi payudara. Gerakan memencet bisa dilakukan berpindah, tidak hanya dalam satu daerah payudara saja. Boleh menghentikan tekanan saat bayi sudah menghisap dan menelan, karena aliran ASI sudah lancar dan bayi bisa menikmati kembali ASI yang keluar. Bila bayi berhasil meminum ASI, tandanya ini berhasil. Bila tidak, coba ulangi lagi.
Terakhir, mencoba teknik switch nursing, yaitu ketika bayi kelihatan melambat hisapannya atau berhenti menghisap, segera susui bayi di payudara satunya. Begitu seterusnya setiap kali bayi mulai menunjukkan tanda malas menghisap. Jika bayi dirasa sudah cukup kenyang menyusu, biarkan dia melepaskan payudara dengan sendirinya.
Jangan lupa menghubungi konselor menyusui atau tenaga kesehatan yang memahami manajemen laktasi apabila memiliki masalah menurunnya produksi ASI.
Adakah makanan tertentu yang dapat meningkatkan produksi ASI?
Ada dua hormon yang berperan dalam proses menyusui: Prolaktin dan Oksitosin. Prolaktin berperan dalam produksi ASI. Prolaktin bekerja dipicu oleh hisapan bayi dan pengosongan payudara. Semakin sering payudara dikosongkan, semakin aktif prolaktin, semakin banyak ASI dihasilkan. Jadi sebenarnya kunci peningkatan produksi ASI adalah pengosongan payudara sesering mungkin, baik dengan menyusui langsung atau memerah saat tidak bersama bayi.
Sementara hormon oksitosin berperan dalam kelancaran ASI. Okstosin ini yang memicu Let Down Reflex atau refleks aliran ASI yg kita sering rasakan saat menyusui atau memerah. Oksitosin bekerja dipicu oleh rasa senang dan relaks pada ibu. Oksitosin dipicu oleh sugesti positif ibu. Semua rasa itu bisa diperoleh dengan cara: mengkonsumsi makanan/minuman yang diinginkan/disukai, melakukan kegiatan/hobi yang disukai, mendapatkan perhatian dari orang-orang terdekat, mengingat momen indah bersama bayi, mendapatkan bantuan untuk menjaga dan merawat bayi, cukup istirahat serta konsumsi asupan bergizi seimbang sehingga tubuh menjadi bugar. Sehingga dapat dikatakan bahwa makanan tidak berkontribusi terhadap produksi tetapi dapat berpengaruh pada kelancaran aliran ASI.