Seperti ditulis oleh Sisca Baroto, Konselor Menyusui AIMI, di Mommiesdaily.
Ini cerita pengalaman saya tentang menyiapkan ASIP ketika mendapat tugas ke Amerika Serikat. Mulai dari sebelum berangkat, dalam perjalan pergi pulang dan selama di negara tujuan.
Saat mendapat tugas ke luar negeri, campur aduk perasaan saya. Excited akan melihat negara yang sudah lama saya impikan, sedih karena akan berpisah dengan Alle (kala itu berusia 18 bulan) dan yang paling dominan adalah bingung, bagaimana nanti saya bisa terus memberikan ASI?
BUKAN ALASAN UNTUK BERHENTI MENYUSUI
Banyak yang saya pikirkan saat itu:
“Cukup tidak ya, ASIP-nya?”
“Apa iya, Alle harus ditambah susu lain?”
“Apakah nanti Alle masih mau menyusu langsung?”
Tapiii… setelah mengingat kembali seluruh kebaikan dan manfaat ASI, kok ya sayang banget kalo menyerah. Apalagi setelah membaca berbagai pengalaman busui yang bepergian jauh dan tidak menyerah untuk terus memberikan ASI. Berikut ini pengalaman saya mempersiapkan dan menjalani dinas luar negeri sambil tetap menyediakan ASI untuk Alle.
SEBELUM BERANGKAT
Pertama: Siapkan Diri
Begitu mandat itu datang, hal pertama yang saya lakukan adalah mengejar ketertinggalan stok ASIP dan mencari informasi tentang travelling ke luar negeri sambil membawa ASIP di dalam kabin.
Mengejar ketertinggalan stok ASIP merupakan hal yang cukup ‘challenging’. Kala itu ‘cadangan’ ASIP per hari maksimal 300ml. Saya segera berhitung untuk mencukupi kebutuhan ASIP Alle. Berdasarkan perkiraan, saya harus dapat memperbanyak stok ASIP hingga 8 kali lipat.
Saya segera coba atur strategi dengan cara memperbanyak waktu memerah dari 3x menjadi 5x sehari, dan PERCAYA DIRI kalau ASIP saya akan cukup selama pergi. Puji Tuhan, satu hari sebelum keberangkatan, kulkas saya sudah penuh dengan ASIP sesuai dengan kebutuhan.
Kedua: Cari Informasi Sebanyak Mungkin
Kebingungan berikutnya, bagaimana membawa ASIP kembali ke Indonesia?
Peraturan penerbangan yang MELARANG MEMBAWA CAIRAN LEBIH DARI 100 ML KE DALAM KABIN adalah momok utama. Apalagi negara yang akan saya kunjungi begitu ketatnya menerapkan peraturan ini.
Saya pun mulai bertanya pada teman-teman yang pernah bepergian ke luar negeri sambil membawa ASIP, menelepon maskapai penerbangan yang akan saya gunakan, dan browsing informasi sebanyak-banyaknya. Pencarian itu tak sia-sia.
Saya menemukan web resmi Transportation Security Administration (TSA) United States of America. Lembaga inilah yang pertama kali mengeluarkan peraturan yang melarang untuk membawa cairan lebih dari 100 ml ke dalam kabin setelah peristiwa WTC 9/11 terjadi. Namun, di bulan Oktober 2006 mereka merevisi peraturan tersebut menjadi lebih BERSAHABAT bagi busui. Salah satu pasal dari peraturan tersebut berbunyi sebagai berikut:
Berikutnya, saya mencari informasi di hotel tempat menginap untuk mendapatkan kamar dengan refrigerator yang memiliki freezer untuk menyimpan ASIP. Untung saja, hotel yang saya tempati bentuknya seperti studio apartemen, sehingga kulkas dengan freezer memang disediakan di masing-masing kamar.
Ketiga: Siapkan Semua Dokumen Pendukung
Selain Paspor, Visa dan tiket, dokumen-dokumen yang harus disiapkan untuk membawa ASIP adalah:
1. Copy/Print dari peraturan TSA (bilamana petugas tidak mengetahui tentang peraturan ini)
2. Surat Keterangan Dokter yang menyatakan bahwa kita adalah ibu menyusui yang bepergian
KIta harus jujur menyebutkan semua barang bawaan kita -terutama ASIP- jika melalui security check point.
Keempat: Siapkan Anak
Sejak satu bulan sebelum keberangkatan, saya sudah sering menyinggung soal kepergian saya pada Alle. Misalnya saat ia bermain. Di waktu lain, saat ia tertidur nyenyak, saya coba bisikkan hal yang sama padanya. Bahwa saya akan pergi tugas dalam waktu yang lama. Begitu terus berulang-ulang. Pokoknya setiap ada kesempatan, saya selalu informasikan pada Alle tentang kepergian saya.
Sertakan juga Ayah dalam fase ini. Suami yang mendukung, pasti akan membuat kita tenang. Ia akan menjadi figur pengganti di saat kita jauh dari rumah.
Saya juga membawa baju Alle yang sudah dipakai selama bepergian dan meninggalkan salah satu baju saya yang sudah dipakai sebagai selimut Alle. Kata orang tua zaman dahulu, bau tubuh ibu walaupun secara fisik jauh akan membuat anak tetap nyaman. Sebaliknya, bau tubuh anak akan membuat ibunya pun nyaman. Believe it or not, it worked for me.
Kelima: Yakinkan Diri Bahwa Semua Aman Terkendali
Karena terbiasa mengurus semuanya sendiri, terutama hal-hal yang berkaitan dengan keperluan Alle, saya tidak mudah percaya dengan orang lain, walaupun itu ayahnhya sendiri.
Salah satu cara mengatasi ini adalah dengan membuat daftar semua keperluan Alle, dari menu makan, jam memberikan ASIP, penanganan pertama apa yang harus dilakukan kalau Alle tiba-tiba sakit. Agar saya mudah dihubungi kapan saja, saya pun mengaktifkan saluran internasional di ponsel.
Keenam: Siapkan Peralatan Perang
Berikutnya persiapan selama saya di luar negeri. Paling utama tentunya perlengkapan memerah dan menyimpan ASIP. Karena saya memerah dengan menggunakan tangan, maka peralatan yang saya siapkan antara lain:
• Cooler bag ukuran besar – berbentuk ransel, sehingga mudah dibawa
• Ice gel dan ice packs – catatan: ice gel tahan 12-18 jam, ice packs tahan sekitar 8 jam
• Plastik ASI
• Kontainer plastik ukuran besar – untuk menyimpan plastik ASI di kulkas/cooler bag
• Botol ASI untuk memerah dan cold sterilizer tablet
DALAM PERJALANAN
Akhirnya, tiba juga hari ketika saya harus berangkat. Walau sudah dengan berbagai persiapan, tetap saja berurai air mata. Alle-nya sih, oke-oke saja. Tapi ternyata saya yang tidak siap berpisah dengannya.
Saya mulai atur strategi pemerahan di dalam perjalanan. Kota tujuan akhir adalah San Diego, Amerika Serikat. Untuk sampai kesana, saya harus transit 3 kali dan 3 kali pula berganti pesawat. Transit di Singapura memakan waktu 6 jam, di Tokyo 45 menit dan di Seattle 45 menit. Dengan demikian saya dapat memerah 2 kali di Singapura, 1 kali di Tokyo dan 1 kali di Seattle.
Sesampainya di Singapura, rencana tidak berjalan mulus, sehingga saya hanya memerah satu kali. Waktu itu ASI yang diperoleh tidak lebih dari 100ml sehingga tidak perlu men-declare apapun ketika boarding.
Perjalanan ke Tokyo menempuh waktu 7 jam perjalanan dan sialnya, saya tidak bisa memerah karena tidak ada tempat yang nyaman. Jadi saya putuskan untuk memerah di Tokyo. Sesampainya di Tokyo, saya juga tidak bisa memerah, karena waktu pemeriksaan di security check point terlalu lama. Payudara sudah mulai agak bengkak dan sakit. Saya putuskan untuk memerah sedikit di toilet, tapi tidak sampai mengosongkan payudara. Yang penting tidak menyebabkan payudara bengkak (breast engorgement).
Perjalanan dari Tokyo ke Seattle menempuh waktu 8 jam. Karena cukup ‘teler’, saya tidak memerah. Sesampainya di Seattle, (lagi-lagi) saya tidak sempat memerah. Saat itu, payudara sudah terasa sangat sakit dan muncul gumpalan-gumpalan kecil.
Sesampainya di hotel di San Diego, segera saya lakukan penanganan untuk payudara bengkak. Mulai dari kompres hangat, pijat dan perah. Payudara terasa kembali nyaman.
SAAT MENJALANKAN TUGAS
Setelah mengecek agenda acara selama di San Diego, saya atur strategi untuk memerah lagi. Melakukan sesi perah seperti di kantor dapat dilakukan. Saya bisa memerah 3x di tempat kerja selama di San Diego.
Kebetulan sekali, San Diego sangat mendukung ibu untuk memberikan ASI. Di tempat konferensi dan tempat kerja terdapat nursery room dengan fasilitas yang baik, sehingga sesi perah terasa menyenangkan.
KEMBALI KE TANAH AIR
Dalam 6 hari, tugas selesai. Saatnya kembali ke tanah air. Saya atur kembali strategi untuk membawa ASIP kembali ke Indonesia, mengingat bawaan liquid saya sudah melebihi kuota yang ditentukan.
Untuk membawa ASIP, saya membeli beberapa ice-packs untuk memastikan ASIP tetap dalam kondisi dingin. Saya bekukan separuh jumlah kantong ASIP hasil perahan awal perjalanan dan sisanya saya biarkan dingin (berada di kulkas bawah). Tujuannya adalah supaya ASIP beku dapat langsung dikonsumsi Alle sesampainya di Jakarta, dan yang masih cair dapat aku bekukan ketika sampai di Jakarta.
Pengaturan strategi kali ini terasa lebih. Saya memutuskan untuk memerah satu kali sebelum berangkat ke airport, satu kali ketika transit di Seattle, satu kali ketika transit di Tokyo dan dua kali ketika transit di Singapura. Modalnya, disiplin dan on-time pada saat memerah. Puji Tuhan, seluruh strategi perah berhasil dilalui dengan baik.
Hal terakhir yang saya lakukan sebelum boarding menuju pesawat yang membawaku ke Jakarta adalah menelpon suami untuk membawakan cool box penuh dengan es batu, agar ASIP dapat segera dipindahkan ke cool box.
ASIP-ku pun, Puji Tuhan, semua berada dalam kondisi yang baik. Saya merasa benar-benar MENANG, karena semua hal yang saya perjuangkan berbuah manis.
Jangan ada kata menyerah dalam perjuanganmu, moms. Karena di garis finish nanti, kita juga yang akan memetik manisnya buah perjuangan kita.
ASI Rocks!