Penulis: Farahdibha Tenrilemba S.S., M.Kes (Wakil Ketua Umum AIMI)
Syukur Alhamdulillah saya dapat mengikuti konferensi internasional yang di selenggarakan oleh Australian Breastfeeding Association (ABA) di Canberra tanggal 20 – 21 Oktober 2011 dengan tema “Step Up Reach Up: Developing an Inclusive Breastfeeding Society“.
Peserta konferensi sebagian besar berasal dari Australia, baik para relawan ABA maupun tenaga medis. Perwakilan dari Indonesia antara lain dr. Asti Praborini, SpA, IBCLC, dr. B. Wirastari, SpA, IBCLC dan saya sendiri sebagai perwakilan dari AIMI.
Senang sekali rasanya berkesempatan untuk bertatap muka langsung dengan beberapa “petinggi” di ABA untuk mengenalkan AIMI. Respon dari mereka sangat positif. AIMI mengingatkan mereka pada ABA pada tahun 1964, saat didirikan oleh beberapa orang saja dan saat ini sudah menjadi organisasi skala nasional yang besar. Mereka optimis AIMI akan menjadi sebesar ABA karena apa yang dilakukan AIMI adalah hal yang mulia dan didukung oleh orang banyak. Amiiin ☺
Sebelum konferensi dimulai pada tanggal 20 Oktober 2011, saya mengikuti workshop Pra-konferensi yang diselenggarakan pada tanggal 19 Oktober 2011 di National Gallery of Australia, Canberra. Dari ketiga pilihan workshop:
a. Baby Friendly Initiatives b. Communication Skills to Support Breastfeeding c. Breastfeeding Essentials for Medical Practitioners
Saya memilih workshop yang kedua. Workshop “Communication Skills to Support Breastfeeding” dibawakan oleh Janet Sullivan (Cert IV Breastfeeding Education (counseling & community), Cert IV Training & Assessment, Diploma of Training & Assessment) dan Janette Timmermans (IBCLC, Cert IV Breastfeeding Education, Facilitator Breastfeeding Drop-in Centre).
Workshop ini di selenggarakan dengan cara presentasi yang interaktif dengan role-play dan diskusi terbuka. Tujuan dari workshop ini pengkinian teknik konseling dan juga sharing pengalaman melakukan konseling antar sesama konselor menyusui. Ada beberapa hal yang menarik dari workshop ini. Misalnya, ternyata di Australia produk formula yang ada label paling tinggi tingkatannya “gold” sedangkan di Indonesia sudah “platinum”. Kalau dari artinya sih kelihatannya lebih bagus yang platinum ya. Tapi dalam hal ini hanyalah sebuah nama untuk kepentingan komersil saja, jadinya sedih deh ☹. Hal lain yang menarik yaitu, ternyata di Indonesia lebih bebas untuk dapat menyusui di tempat umum terlebih belakangan ini sudah semakin banyak fasilitas ruang menyusui di tempat-tempat umum. Sedangkan di Australia sendiri, masih susah untuk dapat menysui di tempat umum tanpa mendapat pandangan yang sinis atau tidak menyenangkan. Bahkan di tempat-tempat umum seperti restoran, ibu yang sedang menyusui akan di tegur oleh pelayan atau manager restoran dengan alasan bukan tempat yang tepat untuk menyusui. Untuk hal ini, saya sangat bersyukur Indonesia lebih baik.
Konferensi
Waah deg-degan banget waktu datang ke National Convention Centre pada 20 Oktober 2011 jam 8:30 pagi. Tempatnya sangat besar dan pesertanya banyak banget. Untuk daftar ulang saja, dari abjad A sampai Z antrian panjang semua. Pemandangan yang menyenangkan terlihat dimana ada panitia yang melayani peserta konferensi dengan ramah sambil menggendong bayinya. Selain itu, pada saat Opening Plenary session, peserta berlomba mencari tenpat duduk di paling depan. Peserta yang membawa stroller mendapat kemudahan untuk dapat duduk di depan. Selama acara berlangsung pun sangat bebas bagi peserta untuk menyusui dan duduk di bawah bersama anaknya (ada juga yang selonjoran di dekat pintu keluar). Hal-hal ini tidak mengurangi konsentrasi peserta lain untuk mendengarkan seluruh presentasi yang diberikan oleh narasumber.
Konferensi dibuka oleh Mrs. Jannette Philips dengan pidato “Welcome to Country”. Kemudian opening speech dibawakan oleh Tara Moss, mantan model Australia, penulis novel kriminal dan UNICEF Patron for Breastfeeding.
Opening speech Tara Moss “A new Role and an old debate” sangat inspiratif terutama bagi ibu baru. Tara menceritakan bagaimana dia mulai peduli tentang menyusui pada saat ia melahirkan putri pertamanya. Pada masa kehamilan, ia cemas karena akan merasa malu jika menyusui di tempat umum. Ia pun dihantui cerita-cerita “horror” mengenai menyusui. Setelah mengetahui lebih dalam tentang menyusui, ia sangat terkesima dengan kenyataan bahwa ASI bukan hanya sebagai sumber nutrisi bagi bayinya tapi juga mengandung stem cells and antibodi. Tara juga takjub bahwa menyusui adalah kegiatan yang sangat natural dan menyenangkan bagi ibu dan bayi.
Dalam pidatonya, Tara mengutip kalimat dari Helena Bonham Carter (aktris pemeran Belatrix di film Harry Potter):
“People say, ‘you’re still breastfeeding, that’s so generous. Generous, No! It gives me boobs and it takes my thighs away! It’s sort of like natural liposuction. I’d carry on breastfeeding for the rest of my life if I could”.
Peserta bertepuk tangan setelah Tara mengucapkan kalimat tersebut. Suatu kalimat yang “dibenarkan” oleh banyak ibu-ibu yang berhasil menyusui. Pidato Tara Moss dapat dibaca di blog pribadinya
http://blog.taramoss.com (23/10: A new role and and old debate).
Selanjutnya presentasi dari Prof. Peter Hartmann dari Human Lactation Research Group dengan tema “Developing an inclusive breastfeeding society in Australia”. Prof. Hartmann menyinggung mengenai “why breast beats formula” atau mengapa menyusui mengalahkan formula. Salah satu diantaranya adalah menyusui dapat meningkatkan IQ ibu. Prof. Hartmann menyebutkan hasil riset Kingsley CH and Lambert KG (2006) yang dipublikasikan dalam Journal of Scientific American 294:58-65 (the maternal brain):
“Perubahan pada otak wanita yang disebabkan hormon di masa kehamilan, kelahiran dan menyusui membuat para ibu lebih berhati-hati dan penyayang. Selain itu, kemampuan belajar dan memori spasial menunjukkan peningkatan dalam jangka panjang”.
Berikutnya Randa Saadeh dari WHO memberikan presentasi berjudul “Breastfeeding and Child Survival: Translating Policies into Action” yang dilanjutkan dengan morning tea.
Pada hari kedua, plenary session diisi dengan presentasi dari Dr. Suzanne Colson dari Church University, England mengenai “Biological Nurturing and The Laid-Back Breastfeeding Revolution: The Research Evidence”. Dr. Colson memperkenalkan sebuah revolusi terbaru dalam menyusui, yaitu posisi menyusui “laid back” atau bersandar yang membuat ibu lebih rileks, bayi dapat menyusu/melekat sendiri, ruang untuk bayi menyusui juga lebih luas karena perut ibu menjadi lebih panjang. Berbagai informasi mengenai Biological Nurturing dan Laid-Back Position dapat dilihat di www.biologicalnurturing.com.
Dalam konferensi dua hari ini terdapat 24 sesi yang dapat dipilih oleh peserta. Sayangnya, peserta hanya bisa memilih 2 sesi per hari, padahal semua tema sangat menarik. Dengan penuh kebingungan mau memilih yang mana akhirnya saya memilih:
- Breastfeeding Support in Challenging Circumstances. Dibawakan oleh 3 narasumber. Gwen Moody dari Westmead Hospital, NSW, berbicara mengenai penanganan ibu yang sakit tetapi tetap menyusui. Judy Russel dan Ms. Anita Moorhead dari Royal Women’s Hospital Melbourne, Victoria, berbicara mengenai rumah sakit yang mendukung dan yang tidak mendukung menyusui. Dan yang terakhir – dan menurut saya paling menarik – yaitu presentasi dari Dr. Lenore Goldfarb dari Goldfarb Breastfeeding Clinic, Montreal, Quebec, Kanada mengenai “Induced Lactation”, seorang ibu yang mengadopsi anak pun bisa menyusui bayinya. Pada saat sesi tanya jawab, Dr. Goldfarb menegaskan bahwa tidak ada yang bisa menentukan berasa lama fase kolostrum menjadi asi matang, karena setiap ibu berbeda dan yang tahu hanya bayinya. Jadi, proses menyusui harus dilakukan dari awal dan tidak berhenti.
- Breastfeeding Support, what mothers want and what works. Dengan 3 narasumber dari ABA breastfeeding help-line yaitu Ruth Berkowitz, Debbie Yates dan Nerida May, sebagai Managers ABA Breastfeeding Help-line. Ruth Berkowitz menerangkan bagaimana tipe-tipe penelepon selama 20 tahun dan bagaimana konselor menyusui menanganinya. Debbie Yates dan Nerida May menjelaskan mengenai hotline menyusui 24 jam dengan nomor telepon 1800-mum-2-mum. Hotline ini sebagian disponsori oleh pemerintah dan perusahaan telekomunikasi sehingga dapat berkembang hingga jangkauan nasional dan sistematis. Profil penelepon terbanyak yaitu ibu (98%), dengan 1 anak (69%), berumur 34-42 tahun (42%) dan tinggal di kota (76%). Pertanyaan–pertanyaan yang sering ditanyakan antara lain permasalahan puting dan payudara (24,4%), meyakinkan ibu (18,7%), posisi dan pelekatan (10%), khawatir ASI sedikit (19,4%), memerah dan menyimpan asi (15%) dan lamanya menyusui (11%). Yang menarik, pertanyaan-pertanyaan tersebut juga merupakan pertanyaan yang umum ditanyakan dalam konseling melalui telepon ke AIMI. Jadi setidaknya di dua negara (Indonesia dan Australia) permasalahan ibu menyusui sama dan solusi yang ditawarkan pun sama.
- Evidence Based Management of Three Breastfeeding Issues. Tiga masalah dalam menyusui yang dibahas disini salah satunya All Burns is not Thrush oleh Dr. Moira McCaul dari Adeleide Health Care. Catatan penting dari presentasi ini adalah perlunya pengamatan lebih jauh jika menemukan permasalahan dengan puting, akan tetapi umumnya disebabkan oleh pelekatan yang kurang tepat. Pelekatan yang kurang tepat bisa juga disebabkan bayi memiliki tongue tie. Presentasi kedua dibawakan oleh Lynette Slatter dari Royal Women’s Hospital, Melbourne mengenai Tongue Tie, Score Low-Score High, Way to Go? Topik yang paling menarik karena sedang menjadi perdebatan di kalangan medis juga umum, teruatama dalam hal menyikapi tongue tie/ankyloglossia atau tali lidah pendek. Dikutip dari buku “Tongue Tie and Breastfeeding: a review of the literature” (J. Edmunds, S. Miles and P. Fulbrook, 2001):
Konferensi ditutup dengan diskusi panel bersama seluruh narasumber, mengenai dukungan untuk ibu menyusui.
Diluar ruang konferensi, terdapat beberapa booth dari sponsor, ABA, Lactation Resource Centre, Mothers Direct, IBCLE (International Board of Lactation Consultant Examiners). Juga terdapat presentasi poster dari beberapa negara.
Konselor Menyusui, Sahabat Ibu Menyusui
Pengalaman ini merupakan pengalaman yang sangat berharga. Kesempatan yang sangat jarang dimana saya dapat bertemu dan mendengar langsung berbagai informasi dari para pakar laktasi.
Belum lagi kesempatan bertukar cerita dan pengalaman dengan para konselor menyusui dan sukarelawan ABA. AIMI yang umurnya belum sampai 5 tahun dapat belajar banyak dari pengalaman mereka yang sudah terjun langsung mendampingi dan mendukung ibu menyusui dengan peer-to-peer support selama hampir 50 tahun.
Dari semua teori dan hasil penelitian yang telah dipaparkan, yang terpenting bagi seorang konselor menyusui adalah menjadi sahabat bagi ibu menyusui, yang mendukung dan memberikan informasi yang relevan. Peranan peer-group, antara sesama ibu juga sangat dirasakan manfaatnya. Para ibu menyusui dalam kelompoknya dapat saling menguatkan dan mendukung karena berada pada satu level yang sama.