ASI (Air Susu Ibu), tak terbantahkan lagi merupakan makanan bayi yang terbaik. ASI tak dapat digantikan oleh makanan ataupun minuman manapun, karena ASI mengandung zat gizi yang paling tepat, lengkap dan selalu menyesuaikan dengan kebutuhan bayi setiap saat.
Untuk mendukung pemberian ASI eksklusif di Indonesia, pada tahun 1990 pemerintah mencanangkan Gerakan Nasional Peningkatan Pemberian ASI (PP-ASI) yang salah satu tujuannya adalah untuk membudayakan perilaku menyusui secara eksklusif kepada bayi dari lahir sampai dengan berumur 4 bulan. Pada tahun 2004, sesuai dengan anjuran badan kesehatan dunia (WHO), pemberian ASI Eksklusif ditingkatkan menjadi 6 bulan sebagaimana dinyatakan dalam Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 450/MENKES/SK/VI/2004 tahun 2004.
Sayangnya, walaupun pemerintah telah menghimbau pemberian ASI ekslusif, angka pemberian ASI eksklusif di Indonesia masih rendah. Berdasarkan Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) 2002, hanya 3,7% bayi yang memperoleh ASI pada hari pertama. Sedangkan pemberian ASI pada bayi umur kurang 2 bulan sebesar 64%, antara 2-3 bulan 45,5%, antara 4-5 bulan 13,9 dan antara 6-7 bulan 7,8%. Sementara itu cakupan pemberian susu formula meningkat 3 kali lipat dalam kurun waktu antara 1997 sebesar 10,8% menjadi 32,4% pada tahun 2002.
Menurunnya angka pemberian ASI dan meningkatnya pemakaian susu formula disebabkan antara lain rendahnya pengetahuan para ibu mengenai manfaat ASI dan cara menyusui yang benar, kurangnya pelayanan konseling laktasi dan dukungan dari petugas kesehatan, persepsi-persepsi sosial-budaya yang menentang pemberian ASI, kondisi yang kurang memadai bagi para ibu yang bekerja (cuti melahirkan yang terlalu singkat, tidak adanya ruang di tempat kerja untuk menyusui atau memompa ASI), dan pemasaran agresif oleh perusahaan-perusahaan formula yang tidak saja mempengaruhi para ibu, namun juga para petugas kesehatan.
Aturan Pemerintah, sudah mendukungkah?
Pemerintah sebenarnya telah mengeluarkan peratuan yang bisa mendukung agar Ibu Indonesia bisa terus memberikan ASI kepada buah hatinya. Bahkan, hak menyusui untuk wanita pekerja telah dijamin oleh Pasal 83 Undang-undang No. 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan.
Dalam pasal tersebut, jelas dinyatakan bahwa pekerja/buruh perempuan yang anaknya masih menyusui harus diberi kesempatan sepatutnya untuk menyusui anaknya jika hal itu harus dilakukan selama waktu kerja. Yang dimaksud dengan kesempatan yang patut disini adalah waktu yang diberikan kepada pekerja untuk menyusui bayinya, serta ketersediaan tempat yang sesuai untuk melakukan kegiatan tersebut.
Menyusui disini pun harus kita artikan secara luas, yaitu baik menyusui secara langsung maupun tidak langsung (dengan memerah). Namun, sayangnya peraturan tersebut tidak disertai dengan sanksi yang memadai bagi perusahaan yang melanggarnya, dan karenanya hingga saat ini belum masih banyak pekerja perempuan yang tidak dapat melaksanakan haknya untuk memberikan ASI selama ia berada dalam jam kerja.
Rendahnya tingkat pemberian ASI di Indonesia juga disebabkan oleh pemasaran agresif perusahaan pembuat susu formula. Sebenarnya, peraturan tentang pemasaran pengganti ASI di Indonesia bukannya tidak ada. Pada tahun 1981, Indonesia telah meratifikasi Kode Internasional tentang Pemasaran Pengganti ASI yang dikeluarkan oleh WHO, dan pada tahun 1997, isi sebagian dari kode tersebut telah dituangkan dalam Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 237/KEPMENKES/SK/IV/1997 tentang Pemasaran Pengganti Air Susu Ibu (�Kepmenkes 237�).
Beberapa hal yang diatur oleh Kepmenkes 237 ini antara lain:
- Pemasaran susu formula bayi (untuk bayi baru lahir hingga berumur 4-6 bulan), susu formula lanjutan (bayi berumur 6-12 bulan), makanan pendamping ASI dan perlengkapan bagi penggunaan pengganti ASI yang meliputi botol dan dot.
- Ketentuan-ketentuan pencantuman label pada susu formula bayi dan susu formula lanjutan dan makanan pendamping ASI
- Larangan mengiklankan susu formula selain dalam media ilmu kesehatan yang telah mendapat persetujuan dari Menteri Kesehatan
- Larangan penggunakan sarana kesehatan untuk kegiatan promosi susu formula
- Larangan sarana pelayanan kesehatan menerima sampel atau sumbangan susu formula untuk keperluan rutin atau penelitian
- Larangan sarana pelayanan kesehatan dan tenaga kesehatan untuk meminta maupun menerima pemberian apapun dari produsen susu formula yang memberi peluang promosi susu formula
- Larangan produsen susu formula untuk memberikan sampel gratis kepada sarana pelayanan kesehatan dan wanita hamil atau ibu yang melahirkan
- Larangan bagi produsen susu formula untuk menawarkan atau menjual langsung ke rumah-rumah, memberikan potongan harga atau hadiah atas pembelian produk susu formula, menggunakan tenaga kesehatan untuk memberikan informasi tentang pengganti ASI kepada masyarakat
- Larangan karyawan produsen susu formula memakai pakaian atau identitas lainnya yang menyerupai dokter, bidan, perawat atau petugas sarana pelayanan kesehatan.
Walaupun telah ada peraturan tentang pemasaran pengganti ASI untuk bayi dibawah 1 tahun berdasarkan Kepmenkes 237 ini, namun dikarenakan tidak efektifnya pengawasan atas pelaksanaan peraturan ini serta sanksi yang tidak maksimal, pelanggaran atas peraturan ini pun terjadi di mana-mana. Banyak sekali kita jumpai rumah sakit-rumah sakit yang menjadi sarana promosi susu formula, sampel gratis dibagikan dimana-mana dan pelanggaran-pelanggaran lainnya.
Selain itu, dikarenakan bentuknya yang berupa keputusan menteri yang berada dalam tingkat yang rendah dalam hirarki perundangan, peraturan ini menjadi kurang mengikat dan tidak ada sanksi yang maksimal yang dapat diberikan atas pelanggaran yang terjadi.
Hingga saat ini pun Indonesia belum mempunyai peraturan tentang promosi susu formula untuk anak berumur di atas 1 tahun. Kode WHO yang telah diratifikasi pada tahun 1981, hingga saat ini belum dituangkan dalam bentuk undang-undang, padahal cakupan Kode WHO lebih luas karena mengatur juga promosi susu formula bagi anak di atas 1 tahun.
Tidak adanya peraturan mengenai pemasaran susu formula bagi anak di atas 1 tahun ini, Indonesia menjadi lahan subur promosi besar-besaran susu formula. Berbagai iklan susu formula dapat kita jumpai di berbagai media, baik cetak maupun elektronik, dan parahnya, banyak dari iklan-iklan tersebut yang memberi infomasi yang menyesatkan tentang pemberian makan bagi anak, hingga banyak ibu yang tergoda untuk memberikan susu formula dibanding memberi ASI karena berpikir susu formula lebih bergizi dibanding ASI.
Beberapa tahun lalu, Pemerintah sempat membuat Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Pemasaran Pengganti ASI, namun hingga saat ini pembahasan akan RPP ini terhenti dan tidak diketahui lagi bagaimana nasib RPP ini.
Untuk itu, mengingat lemahnya perlindungan bagi pemberian ASI di Indonesia, sudah seharusnyalah konsumen yang menjadi tameng praktek promosi susu formula yang tidak etis. Konsumen harus bisa menentukan apa yang baik dan buruk, serta informasi apa yang tidak seharusnya diberikan oleh produsen susu formula.
AIMI, sebagai organisasi beranggotakan ibu-ibu peduli ASI tidak tinggal diam. Berbagai upaya dilaksanakan untuk mengedukasi para konsumen agar tidak menjadi korban praktek tidak etis promosi susu formula, berbagai upaya tersebut adalah:
- Mengedukasi masyarakat tentang hak-hak ibu menyusui dan bentuk-bentuk pelanggaran praktek promosi susu formula, ini biasanya disampaikan dalam setiap acara yang diselenggarakan oleh AIMI maupun dalam program AIMI goes to office, yaitu program yang diselenggarakan oleh AIMI dimana AIMI memberikan sharing tentang ASI di kantor-kantor yang mengundang, dan dilakukan pada jam kantor
- AIMI juga mempunyai divisi Advokasi yang senantiasa memantau setiap iklan-iklan maupun aktivitas yang dilakukan oleh perusahaan susu formula, dan bila dirasa kegiatan tersebut bertentangan dengan kode WHO, maka AIMI mengirimkan surat teguran kepada produsen susu formula yang bersangkutan
- AIMI juga sejak awal tahun 2007 telah menghimbau masyarakat untuk melaporkan setiap dugaan pelanggaran promosi susu formula melalui e-mail ke lapor@aimi-asi.org
- AIMI juga turut aktif dalam ASI Joint Force yang berupa gerakan lembaga-lembaga peduli ASI untuk mendorong pemerintah kembali melanjutkan proses pembahasan RPP Pemasaran Pengganti ASI, sehingga perlindungan bagi kegiatan menyusui yang lebih luas dapat segera diwujudkan.
Tentunya, selain dukungan yang dapat AIMI berikan, dukungan lainnya dari pihak-pihak yang terkait dengan ibu menyusui menjadi penentu keberhasilan pemberian ASI. Untuk itu AIMI menyerukan agar dukungan kepada ibu menyusui diberikan oleh berbagai pihak, diantaranya:
Suami: Menyusui adalah kegiatan 3 pihak: ibu, bapak dan anak. Keberhasilan ibu menyusui adalah juga keberhasilan ayah, kegagalan menyusui juga merupakan kegagalan ayah. Bentuk dukungan yang dapat diberikan antara lain menemani istri ketika sedang menyusui, ikut merawat bayi, memberikan kata-kata pujian/pemberi semangat sehingga istri terus merasa percaya diri, melengkapi pengetahuan seputar pemberian ASI dan kegiatan menyusui, serta bangga dengan istri yang sedang dalam masa pemberian ASI kepada sang buah hati.
Keluarga: melengkapi pengetahuan seputar pemberian ASI dan kegiatan menyusui, memberikan pujian, semangat dan dorongan agar ibu bisa percaya diri untuk menyusui, membantu dalam perawatan bayi.
Tenaga kesehatan: tidak mempromosikan susu formula, memberi informasi yang tepat tentang ASI dan seputar kegiatan menyusui, memberikan semangat dan dorongan agar para ibu memberikan ASI Eksklusif kepada bayi mereka, dan menyusui diteruskan sampai bayi berusia 2 tahun atau lebih, dan memahami ciri-ciri tumbuh kembang bayi/anak ASI.
Lingkungan kerja/kantor: menerapkan kebijakan kantor yang ramah terhadap pegawai perempuan yang menyusui, menyediakan ruang menyusui, memberikan waktu untuk memerah/menyusui langsung bila menyusui harus dilakukan selama waktu kerja.
Sesama ibu menyusui: saling berbagi pengalaman, bertukar informasi, memberi semangat dan dukungan seputar kegiatan menyusui dan pemberian ASI, agar ASI Eksklusif berhasil diberikan kepada bayi selama 6 bulan pertama, dan ASI diteruskan hingga anak berusia 2 tahun atau lebih.
Pemerintah: senantiasa mensosialisasikan keunggulan ASI kepada masyarakat, memperbaiki dan melengkapi perangkat yang mendukung kegiatan menyusui dan pemberian ASI, menindak dengan tegas segala bentuk pelanggaran pihak ketiga yang bertentangan dengan kebijakan pemberian ASI Eksklusif serta pemberian ASI bagi bayi Indonesia.
Sekali lagi, ASI adalah yang terbaik, jadi mari kita lakukan juga yang terbaik untuk mendukung pemberian ASI di Indonesia.
(Ditulis oleh Amanda Tasya, Ketua Divisi Advokasi Asosiasi Ibu Menyusui Indonesia, ibu dari seorang putri berusia 3 tahun.)
Sumber: Koalisi untuk Indonesia Sehat