sumber: Republika Online, 19 Februari 2008
Bogor-RoL– Para peneliti dari Institut Pertanian Bogor (IPB) menemukan 22,73 persen susu formula (dari 22 sampel) dan 40 persen makanan bayi (dari 15 sampel) yang dipasarkan antara bulan April hingga Juni 2006 telah terkontaminasi “Enterobacter sakazakii”.
Berdasar pengujian pada bayi mencit (tikus percobaan), kontaminasi oleh E. Sakazakii yang menghasilkan enterotoksin tahan panas dapat menyebabkan enteritis (peradangan saluran pencernaan), sepsis (infeksi peredaran darah) dan meningitis (infeksi pada lapisan urat saraf tulang belakang dan otak).
Dr Sri Estuningsih, jurubicara tim peneliti dalam keterangan yang dipublikasikan Kantor Humas IPB, Selasa menyebutkan bahwa sampel makanan dan susu formula yang diteliti berasal dari produk lokal.
Tim tersebut terdiri dari staf pengajar Fakultas Kedokteran Hewan IPB, yakni drh Hernomoadi Huminto MVS, Dr drh I Wayan T. Wibawan, dan Dr Rochman Naim.
Menurut Sri Estuningsih, penelitian itu dilakukan melalui dua tahap. Tahap pertama, isolasi dan identifikasi “E.sakazakii” dalam 22 sampel susu formula dan 15 sampel makanan bayi. Selanjutnya pada tahap kedua, menguji 12 isolat “E.sakazakii” dari hasil isolasi dan kemampuannya menghasilkan enteroksin (racun) melalui uji sitolisis (penghancuran sel).
Dari 12 isolat yang diujikan terdapat enam isolat yang menghasilkan enteroksin. Uji selanjutnya adalah menguji isolat tersebut pada kemampuan toksin setelah dipanaskan. “Terdapat lima dari enam isolat tersebut yang masih memiliki kemampuan sitolisis setelah dipanaskan,” katanya.
Selanjutnya, ditentukan satu kandidat dari isolat tersebut dan menguji enterotoksin serta bakteri vegetatifnya pada bayi “mencit” (tikus percobaan) berusia enam hari. Bayi mencit diinfeksi melalui rute oral (cekok mulut) menggunakan sonde lambung khusus dan steril.
Setelah tiga hari, kemudian dilakukan pengambilan sampel organ mencit tersebut. Hasil pengujian enteroksin murni dan enteroksin yang dipanaskan dan bakteri mengakibatkan enteritis, sepsis dan meningitis.
Pemeriksaan tersebut dilakukan dengan metode hispatologi menggunakan pewarnaan “Hematoksilin Eosin”. Dari hasil pengamatan histopatologis yang diperoleh masih dibutuhkan penelitian senada yang lebih mendalam untuk mendukung hasil penelitian tersebut.
Ia menyatakan, amat penting dipahami bahwa susu formula bayi bukanlah produk steril, sehingga dalam penggunaannya serta penyimpanannya perlu perhatian khusus untuk menghindari kejadian infeksi karena mengonsumsi produk tersebut.
Sri Estuningsih secara pribadi telah melihat langsung fasilitas salah satu perusahaan makanan dan susu formula dengan omzet terbesar di Indonesia.
“Sebagian besar fasilitas tersebut telah memenuhi standar operasional prosedur perusahaan susu formula bayi, dan saat ini masih terus dilakukan upaya untuk mencegah kontaminasi tersebut,” katanya. antara/abi