Pernahkah ibu menerima "oleh-oleh" berupa formula bayi maupun botol dot pasca kelahiran dari rumah sakit tempat ibu bersalin? Pernahkah ibu ditelepon oleh petugas telemarketing dari perusahaan formula bayi? Atau pernahkah ibu melihat buku Kesehatan Ibu dan Anak, timbangan, atau taman bermain di rumah sakit yang menyertakan dekorasi khas dan logo suatu merek formula bayi tertentu? Apabila ibu menjawab IYA. Tahukah ibu, bahwa hal-hal di atas merupakan suatu pelanggaran Kode Pemasaran Pengganti Air Susu Ibu (ASI) oleh World Health Organization (WHO), di mana formula bayi termasuk dalam salah satu dari produk Pengganti ASI (PASI).
Beberapa waktu lalu, sebuah media massa online mengupas permasalahan pemasaran formula bayi di Indonesia. Salah satunya membahas mengenai "Dosa-dosa" Etik pemasaran formula bayi. Promosi, pemasaran, dan peredaran formula bayi yang agresif dan melanggar Kode Etik membuat pemahaman masyarakat mengenai manfaat ASI dan menyusui menjadi berkurang. Persepsi bahwa selain ASI masih ada suatu produk penggantinya yang lebih baik, atau minimal sama baiknya dengan ASI menjadikan ASI dan menyusui bukan lagi menjadi pilihan utama bagi pemenuhan asupan bayi.
Lalu, apa sih sebenarnya Kode Etik Pemasaran Pengganti ASI itu? Mengapa perlu dibuat Kode Etik untuk mengatur hal tersebut? Hal-hal apa saja yang diatur dalam Kode, dan pelanggaran apa saja yang sering terjadi di masyarakat?
Yuk ikuti Infografis berseri oleh Divisi Hukum dan Advokasi AIMI Jogja berikut ini untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut.
WHO dan UNICEF merekomendasikan "ASI" sebagai makanan dan "menyusui" sebagai proses pemberian makanan bayi yang paling alamiah dan ideal untuk pertumbuhan dan perkembangan bayi.
Berdasarkan penelitian, menyusui dan kandungan ASI sangat bermanfaat untuk tumbuh kembang anak secara optimal baik secara fisik, mental, maupun kecerdasan. Kandungan antibodi dalam ASI meningkatkan daya tahan tubuh anak yang dapat mengurangi risiko bayi terkena otitis media, diare, dan infeksi saluran pernafasan. ASI merupakan makanan pokok ekonomis dan lengkap zat gizinya untuk bayi.
ASI juga memiliki manfaat bagi ibu. Memberikan ASI secara ekslusif selama enam bulan dan melanjutkan menyusui hingga dua tahun atau lebih akan memberikan kepekaan terhadap insting keibuan yang nantinya akan berperan dalam hubungan dengan si anak (bonding), mengurangi risiko ibu terkena kanker payudara dan kanker ovarium, serta dapat juga berfungsi untuk menunda kehamilan.
Beberapa faktor seperti kurangnya pengetahuan ibu tentang ASI dan menyusui, pemasaran formula bayi yang gencar, serta faktor sosial ekonomi keluarga seringkali menjadi penghambat proses menyusui dan menyebabkan ibu beralih pada pemberian formula bayi. Padahal, pemberian formula bayi memiliki risiko di antaranya diare pada anak karena kurang higienis saat proses pembuatan formula maupun botol dot sebagai media pemberiannya. Pemberian formula bayi yang tidak sesuai indikasi medis juga memperbesar risiko bayi mengalami kurang gizi ataupun obesitas, anemia, alergi atau intoleransi terhadap bahan dasar pembuatan formula bayi.
Pemakaian botol dot sebagai media pemberian formula bayi maupun ASI perah dapat menghambat proses menyusui. Pemakaian dot dapat mengubah pola hisapan alamiah bayi yang berisiko mengurangi produksi ASI. Dalam beberapa kasus, bayi menjadi menolak menyusu pada ibu yang dikenal dengan istilah bingung puting. Risiko lainnya yang tidak kalah penting adalah kerusakan gigi, infeksi telinga, hingga maloklusi rahang. Tak jarang pula kita menjumpai anak-anak di usia pra sekolah masih minum menggunakan media dot akibat kesulitan menyapih dot dibandingkan menyapih menyusu pada payudara ibu.
Ada beberapa faktor yang menghambat pemberian ASI. Faktor tersebut bisa berasal dari sosial, ekonomi, kultur, dan sebagainya. Salah satu penghambat proses menyusui adalah pemasaran formula bayi yang sangat agresif. Tahukah anda bahwa sebenarnya pemasaran formula bayi telah diatur dengan sebuah Kode Etik?
Kode (Etik) Internasional Pemasaran (Produk) Pengganti ASI dikeluarkan oleh World Health Assembly (WHA) pada tahun 1981. Kode ini dibuat berdasarkan voting dari 118 negara di dunia melawan 1 negara, yaitu Amerika Serikat. Apa sebenarnya tujuan dari dibuatnya Kode ini? Tentu saja tujuannya adalah memberikan dukungan dan perlindungan terhadap proses menyusui dengan cara mengatur praktik perdagangan formula bayi dan produk Pengganti ASI (PASI) lainnya. Kode ini merupakan kode pemasaran yang ditujukan kepada produsen formula bayi dan PASI lainnya, bukan untuk mengatur pemakainya.
Produk-produk yang diatur dalam kode meliputi: Pengganti ASI termasuk formula bayi, produk susu lainnya, makanan dan minuman di dalam botol/kemasan (dapat berupa teh, jus, sereal dan lain-lain) yang dipasarkan atau direpresentasikan cocok untuk digunakan sebagai pengganti ASI baik seluruhnya maupun sebagian, dengan atau tanpa modifikasi. Selain itu, kode juga mengatur produk-produk media pemberian PASI yaitu botol dot, dan empeng.
Hal yang patut digarisbawahi adalah di dalam kode ditetapkan bahwa orang tua harus mengetahui mengenai risiko-risiko kesehatan yang ditimbulkan sebagai akibat pemberian formula yang tidak diperlukan atau tidak benar. Informasi mengenai risiko-risiko inilah yang sering dikesampingkan oleh para produsen formula bayi, sehingga banyak masyarakat berasumsi bahwa formula bayi lebih baik daripada ASI atau paling tidak sama baiknya dengan ASI.
Hal-hal yang diatur dalam Kode Internasional Pemasaran Pengganti ASI, antara lain:
Indonesia mengadopsi Kode Pemasaran PASI di dalam KEPMENKES yang mengatur pemasaran formula bayi umur 0-12 bulan. Namun demikian, tidak sedikit pelanggaran kode yg masih terjadi di fasilitas kesehatan. Pelanggaran-pelanggaran tersebut antara lain:
Selain contoh-contoh di atas, beberapa produsen formula bayi memanfaatkan "celah" untuk menghindari pelanggaran Kode dan KEPMENKES agar tetap bisa melakukan promosi di fasilitas kesehatan contohnya:
Dari contoh-contoh pelanggaran di atas, penting sekali dukungan dari semua elemen masyarakat, yaitu pemerintah, pelayanan kesehatan, masyarakat, dan keluarga untuk mengawasi praktek pemasaran Pengganti ASI sebagai salah satu upaya untuk mendukung keberhasilan menyusui.
Terdapat pada kategori Informasi, Jogjakarta pada 19 Sep 2018