Siapa yang tega melihat korban tewas akibat musibah jebolnya Situ Gintung, apalagi melihat wajah bayi, balita dan anak-anak yang tak berdosa menjadi korbannya. Berbagai bantuan telah mengalir, termasuk beberapa kebutuhan untuk bayi dan balita.
Dalam konteks penanganan bencana, pemberian bantuan berupa makanan untuk bayi dan balita tidak bisa dilakukan dengan sembarangan agar bantuan yang akan kita berikan dengan niat baik, tidak berubah menjadi sumber permasalahan baru bagi korban yang selamat.
Untuk mengantisipasi kondisi darurat bagi bayi dan balita, dua lembaga kesehatan dunia yaitu UNICEF dan WHO, yang di Indonesia bersama-sama dengan Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) pada tanggal 7 Januari 2005 mengeluarkan rekomendasi bersama tentang Pemberian Makan Bayi pada Situasi Darurat. Lebih lanjut, Departemen Kesehatan Republik Indonesia pada tahun 2007 pun telah mengeluarkan Pedoman Penanganan Gizi dalam Situasi Darurat.
Rekomendasi bersama tersebut didasarkan pada Kode Internasional Pemasaran Susu Formula WHO (”Kode WHO”) yang menyatakan bahwa pada operasi penanggulangan bencana, pemberian ASI pada bayi harus dilindungi, dipromosikan dan didukung.
Bagaimanapun, menyusui dalam kondisi darurat bencana menjadi lebih penting karena sangat terbatasnya sarana untuk menyiapkan susu formula, seperti air bersih, bahan bakar dan juga persediaan susu formula dalam jumlah yang memadai.
Bahkan, Kode WHO, semua sumbangan susu formula atau produk lain dalam lingkup kode tersebut, hanya boleh diberikan dalam keadaan terbatas.
Lebih rinci, rekomendasi bersama mengatur pemberian makanan utama bagi bayi, sebagai berikut :
Tak seorangpun tahu, siapa yang akan menjadi korban dalam sebuah bencana. Bisa jadi ibu yang menjadi tumpuan anaknya yang baru lahir, atau anak usia balita. Bila ibu masih bisa bertahan, sedapat mungkin menyusui masih diutamakan, yaitu dengan penilaian terhadap status menyusui seorang ibu oleh petugas terlatih dan upaya relaktasi.
Namun apabila memang tidak dimungkinkan pemberian ASI, misalnya bayi yang kehilangan ibunya atau bayi piatu, maka barulah susu formula dapat diberikan dengan catatan persediaan susu formula tersebut harus dijamin selama bayi membutuhkannya.
Maksud dari terjaminnya persediaan susu formula ini adalah agar susu formula dapat diberikan sesuai dengan takaran yang seharusnya, tidak terlalu cair yang dapat menyebabkan kurang gizi, maupun terlalu kental dimana dapat menyebabkan sembelit. Sedapat mungkin pemberian susu formula harus dibawah supervisi dan monitoring yang ketat oleh tenaga kesehatan yang terlatih.
Susu formula yang boleh diberikan hanya susu formula yang memenuhi standar Codex Alimentarius dan sebisa mungkin, susu formula yang diproduksi oleh pabrik yang melangggar Kode WHO, tidak boleh diterima.
Petunjuk pemberian susu formula harus tercantum jelas dalam label dan mempunyai masa kedaluarsa minimal 1 tahun. Pemberian susu formula pun hendaknya menggunakan cangkir dan gelas, sementara botol dan dot tidak boleh didistribusikan dan tidak dianjurkan untuk digunakan.
Untuk mengurangi bahaya pemberian susu formula, diupayakan untuk :
Sumbangan berupa susu kental manis dan susu cair tidak boleh diberikan kepada bayi berumur kurang dari 12 bulan, sedangkan susu bubuk skim tidak boleh diberikan sebagai komoditas tunggal atau sebagai bagian dari distribusi makanan secara umum, karena dikhawatirkan akan digunakan sebagi pengganti ASI.
Pada intinya, pedoman pemberian makanan dalam keadaan darurat yang diberikan oleh Departemen Kesehatan sejalan dengan apa yang telah direkomendasikan bersama oleh UNICEF, WHO dan IDAI, yaitu menyusui sangat penting dalam keadaan darurat. Susu formula tidak diperkenankan diberikan kepada bayi kecuali kepada bayi piatu, bayi yang terpisah dari ibunya atau bila ibu dan bayi dalam keadaan sakit berat.
Apabila memang susu formula harus diberikan dikarenakan hal-hal tersebut, maka harus diberikan secara terbatas dengan mengikuti ketentuan berikut ini:
Sumbangan susu formula pun harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:
Selain itu susu bubuk skim tidak boleh diberikan kepada bayi.
Semoga setelah mengetahui ketentuan-ketentuan tersebut di atas, kita dapat membantu para korban yang masih selamat tanpa menyebabkan timbulnya permasalahan baru yang sesungguhnya dapat dihindari.
Apabila kita bekerja di suatu perusahaan dimana program Corporate Social Responsibility (CSR) berniat untuk menyumbangkan susu formula, maka adalah tanggung jawab kita untuk memberitahukan pada mereka bahwa terdapat pembatasan-pembatasan atas sumbangan dalam bentuk susu formula sehingga perusahaan tidak salah langkah dalam membantu para korban bencana.
Doa kami semua untuk para korban musibah Situ Gintung, semoga musibah seperti ini tidak terjadi lagi di Negara kita tercinta.
Apabila memerlukan backup data seperti copy rekomendasi bersama UNICEF, WHO dan IDAI serta pedoman dari DEPKES, bisa menghubungi japri amanda[dot]tasya[at]aimi-asi[dot]org
Terdapat pada kategori Informasi pada 01 Apr 2009