Seperti diceritakan oleh Sri Budiarti kepada AIMI pada 7 Oktober 2020.

Bismillahirrahmanirrahim

Saya seorang ibu berusia 30 tahun, memiliki 2 orang anak masing-masing berusia 5 tahun dan 5 bulan. Ingin berbagi pengalaman pribadi setelah saya dinyatakan positif terinfeksi virus COVID-19.

Status Positif COVID-19

10 September 2020 tepatnya hari Kamis sore, saya menyadari ada yang tidak beres dengan indra penciuman. Saya coba mencium aroma parfum, minyak kayu putih, dan lainnya, namun tidak tercium sama sekali. Jika mengamati dari gejala, saya dan suami sudah mengira kemungkinan saya terinfeksi virus COVID-19 namun masih berharap gejala ini bukanlah virus tersebut. Keesokan harinya saya langsung melakukan tes swab di rumah sakit terdekat.

Tanggal 14 September dini hari dari hasil tes saya dinyatakan positif COVID-19. Saat itu saya sangat panik. Apa yang harus saya lakukan? Pikir saya dalam hati. Esok harinya kami memutuskan untuk segera melanjutkan tes pada suami dan anak-anak agar tahu siapa saja di rumah yang terinfeksi COVID-19. Sehari kemudian dari hasil tes swab diketahui bahwa selain saya, suami serta anak sulung kamipun berstatus positif. Hanya bayi yang negatif.

Lalu terpikir jika kami semua positif sedangkan bayi negatif, bagaimana dengan bayi kami? Siapa yang akan merawatnya? Karena semua keluarga kami berada di Bandung. Dan sangat tidak mungkin bila kami harus ke Bandung dalam kondisi seperti ini.

Konsultasi dengan Dokter

Saat mengetahui suami dan anak pertama pun positif, kami mencoba menghubungi beberapa RS dan dokter, mencari tahu bagaimana dan apa yang harus saya lakukan terhadap bayi kami. Beberapa dokter menyarankan agar bayi dipisah dari ibunya. Jika memang harus dipisah lalu pertanyaannya, tinggal dengan siapa? Sungguh kami sangat bingung saat itu.

Pada akhirnya kami berkonsultasi dengan seorang dokter spesialis anak yang merupakan tetangga kami dulu. Beliaulah yang menguatkan hati saya dengan memberikan pandangan tidak hanya dari sisi medis namun sekaligus penguatan batin dan spiritual.

Pada waktu kami bertanya, "Saya bertiga suami dan anak sulung positif COVID-19, namun bayi negatif. Kami harus bagaimana, Dok?" Dengan sangat tenang beliau balik bertanya, “Setelah diswab siapa yang pegang bayi, apakah langsung dipisahkan atau masih bergabung dengan Ibu?"

“Dengan saya, karena tidak ada orang lain. Kami bingung harus sama siapa, ia masih menyusu dan tidak ada yang bisa kami titipi.", jelas saya. Beliau hanya menyarankan jika ada yang dipercaya mengurus merupakan pilihan terbaik, tetapi jika tidak ada tetaplah tenang. Begini penjelasannya yang memantapkan keyakinan kami.

“Ibu sudah positif sejak lima hari yang lalu dan bayi bersama Ibu selama lima hari itu. Lalu apa yang Ibu lakukan, Ibu tetap menyusui, menggunakan masker, mencuci tangan, dan menjaga kebersihan? Bagaimana kalau Ibu lanjutkan sampai dengan 2 pekan ke depan?”, tanya beliau. “Mungkin di dalam tubuh bayi sudah ada antibodi walau saya sebagai dokter tidak bisa menjamin bayi akan tertular atau tidaknya.”, sambungnya. “Jika bayi diurus orang lain apakah dapat membuat hati Ibu jauh lebih tenang? Belum tentu. Psikis Ibu pasti akan terus memikirkan bayi. Dengan bayi dekat dengan Ibu, Ibu bisa terus mengASIhi, psikis lebih tenang, dan kebersihan pun lebih terjaga.”, terang beliau lebih lanjut. “Mintalah penjagaan kepada Allah SWT, pasrahkan dan berdoalah agar bayi selalu dalam lindungan-Nya. Terbukti selama 5 hari bayi dekat Ibu hasil tesnya negatif. Ini adalah semata kuasa Allah SWT.”, demikian nasihat beliau.

Kalimat-kalimat inilah yang pada akhirnya menjadi penguat bagi saya dan suami untuk tetap fokus melanjutkan menjaga serta merawat bayi hingga kami dinyatakan sembuh dari infeksi virus COVID-19.

Masa Isolasi

Saat masa ini saya dan bayi mengisolasi diri di lantai 2 rumah kami, sedangkan suami dan anak sulung berada di lantai dasar. Berharap semakin  sedikit orang yang berinteraksi dengan bayi maka semakin kecil pula risiko penularannya. Hanya berusaha semampu saya menjaga bayi, dan apapun hasilnya nanti kami pasrahkan kepada Allah SWT.

Berikut beberapa usaha yang saya lakukan untuk menjaga bayi kami agar tetap aman:

1. Selalu menggunakan masker medis, dobel masker lebih baik, saat menyusui dan beraktivitas bahkan ketika tidur.

2. Mencuci tangan sesering mungkin dengan sabun terutama sebelum menyusui dan menyentuh bayi.

3. Membersihkan payudara sebelum menyusui.

4. Selalu memastikan kebersihan ruang tidur seperti sering mengganti sprei dan sarung bantal.

5. Sering berganti pakaian dan handuk.

6. Menjaga jarak dalam bermain dan berinteraksi dengan bayi.

7. Bersihkan dan disinfeksi seluruh permukaan yang tersentuh secara rutin.

8. Percaya dan yakin bahwa ASI adalah asupan terbaik untuk ananda.

9. Selingi berdoa dan berdizikir kepada Allah SWT saat sedang menyusui. Hasbunaallahu wani’mal wakil. Cukuplah Allah (menjadi penolong) bagi kami dan Dia sebaik-baik pelindung. [QS Ali Imran: 173]

Hari Kelima Belas

Tiba di hari ke-15 terhitung sejak saat pertama kami dinyatakan positif. Kami mencoba tes swab ulang bayi. MasyaAllah hasilnya tetap negatif. "The Power of Allah, The Power of Breastfeeding". Kami sungguh amat bersyukur kepada Allah SWT dapat melalui semua ini dengan baik.

Teruntuk seluruh ibu menyusui. Menyusui adalah kewajiban kita sebagai ibu, dan menyusu adalah hak anak yang harus kita penuhi. Menyusuilah dengan niat untuk ibadah. Selalu semangat jangan menyerah.

Salam sayang dari kami untuk para ibu pejuang menyusui.


Terdapat pada kategori Cerita Sukses pada 17 Apr 2022

Informasi Lainnya

Yuk, Berpartisipasi Dukung AIMI

AIMI 15th SEHATI Virtual Run & Ride

MengASIhi x COVID-19