diterjemahkan dari artikel Suck on This!

Manusia telah menyusui selama hampir setengah juta tahun. Hanya 60 tahun terakhir ini mulai memberikan makanan cepat saji yang diproses oleh pabrik, yang dikenal dengan 'susu formula' kepada bayi kita. Akibatnya sangat mengejutkan, seperti kematian bayi pada 6 minggu pertama kehidupannya 2x lebih tinggi, 5x lebih tinggi kemungkinan mendapat gastroenteritis, 2x lebih tinggi terkena penyakit kulit (eczema) dan diabetes, dan sampai 8x kali lebih tinggi untuk mendapat kanker getah bening.

Menyusui langsung dari dada ibu

Pabrik susu formula di UK mengeluarkan uang sebesar £20 (Rp. 330,000) per bayi untuk mempromosikan 'junk food' bayi, bandingkan dengan pengeluaran pemerintah yang hanya 14 pence (Rp. 2,300) per bayi untuk mempromosikan kegiatan menyusui. Artikel ini memaparkan dimana produsen susu bayi, profesional kesehatan yang cuek, and tidak adanya rasa peduli dari masyarakat telah secara tak langsung berkomplot untuk mejauhkan bayi dari dada ibunya dan memberikan dot sebagai pengganti. Dapatkah kita memutar balikkan kecendrungan ini?

Semua mamalia menghasilkan susu untuk anaknya, dan manusia telah mengasuh bayinya di payudara selama 400,000 tahun. Selama berabad-abad, kalau seorang wanita tidak bisa memberi makan bayinya sendiri maka wanita lain (ibu susu) akan menggantikannya. Hanya pada 60 tahun terakhir ini kita telah meninggalkan naluri mamalia kita, malahan merangkul budaya pemberian botol yang bukan hanya menganjurkan pemberikan susu formula semenjak bayi lahir, tapi juga meyakinkan bahwa pengganti ASI sama bagusnya, jika tidak lebih baik, dari pada ASI itu sendiri.

Susu formula tidak pernah dimaksudkan untuk dikonsumsi secara luas seperti sekarang ini. Susu formula dihasilkan pada akhir tahun 1800-an sebagai pengganti makanan yang diperlukan untuk bayi-bayi terlantar dan anak-anak yatim piatu yang akan kelaparan jika tidak mendapatkannya. Dalam konteks ini – dimana tidak ada makanan lain yang tersedia – susu formula menjadi penyelamat.

Tapi dengan sejalannya waktu dan kemajuan ilmu gizi manusia (khususnya nutrisi bayi secara) menjadi sangat 'ilmiah', pengganti ASI yang diproduksi dijual ke masyarakat umum sebagai perbaikan terhadap ASI itu sendiri.

'Jika seseorang menanyakan "Susu formula mana yang sebaiknya saya gunakan?" atau "Mana yang terdekat dengan ASI?", jawabannya adalah "Tidak seorangpun tahu" karena tidak ada satu sumber pun yang objektif mengenai ini pernah dibuat,' kata Mary Smale, konselor ASI dari National Childbirth Trust (NCT) yang telah bekerja disana selama 28 tahun. 'Hanya pembuat di pabrik-pabrik itu lah yang tahu isinya, dan mereka tidak memberitahu siapa pun.' Mereka bisa saja mengiklankan bahan-bahan 'sehat' yang spesial seperti oligosaccharides, long-chain fatty acids, atau, beberapa waktu lalu, beta-carotene, tapi mereka tidak pernah memberitahukan kita dari mana produk dasarnya dibuat atau dari mana bahan-bahan tersebut diperoleh.

Bagian pokok dari ASI yang telah diketahui, dipakai sebagai referensi umum untuk ilmuwan meramu susu formula bayi. Tapi, sampai hari ini, tidak ada 'formula' sebenarnya untuk susu formula. Malahan, proses pembuatan susu formula selama ini merupakan eksperimen.

Dengan alasan ini, produsen susu formula bisa menaruh apa saja ke dalam formula mereka. Sebenarnya, setiap produk mempunyai resep yang berbeda dari satu produksi ke produksi lainnya, tergantung dari harga dan ketersediaan dari bahan-bahan yang diperlukan. Selama ini kita berasumsi kalau susu formula diatur dengan ketat, padahal para produsen tersebut tidak diharuskan untuk transparan; contohnya, mereka tidak diharuskan untuk mencatatkan bahan-bahan spesifik dari produksi atau merek mereka ke pihak berwajib.

Sebagian besar susu formula yang ada dipasaran berasal dari susu sapi. Tapi sebelum bayi bisa meminum susu sapi dalam bentuk formula ini, susu tersebut harus dimodifikasi secara drastis. Isi protein dan mineral harus dikurangi dan isi karbohidratnya ditambah, biasanya dengan menambahkan gula. Lemak susu, yang biasanya tidak gampang terserap oleh tubuh, dihilangkan dan diganti dengan lemak tumbuhan, lemak binatang atau lemak mineral.

Vitamin dan zat tambahan masuk dalam proses penambahan, tapi tidak selalu dalam bentuk yang gampang dicerna. (Ini berarti klaim yang mengatakan bahwa susu formula 'bergizi lengkap' memang benar, tapi hanya dalam artian yang paling kasar yaitu susu formula sudah menambahkan vitamin dan mineral selengkap mungkin ke dalam produk gizi bermutu rendah)

Banyak susu formula yang juga telah ditambahkan pemanis. Meskipun kebanyakan susu formula untuk bayi tidak mengandung gula dalam bentuk sucrose, mereka kadang dapat mengandung tipe gula bentuk lainnya yang sangat tinggi seperti lactose (gula susu), fructose (gula buah), glucose (juga dikenal dengan dextrose, sejenis gula yang ditemukan pada tumbuh-tumbuhan) dan maltodextrose (gula malt). Hal ini dikarenakan oleh adanya kekurangan dalam peraturan, sehingga segala bentuk gula ini masih bisa diiklankan sebagai ‘bebas gula’.

Formula juga mungkin mengandung zat pencemar yang tidak sengaja masuk sewaktu proses produksi. Beberapa mungkin mengandung soya dan jagung yang telah direkayasa secara genetis.

Bakteri Salmonella dan aflatoxinspotent toxic, carcinogenic, mutagenic, agen penahan imun yang dihasilkan oleh spesies jamur Aspergillus – telah sering ditemukan pada susu formula di pasaran, begitu juga dengan Enterobacter sakazakii, patogen yang dibawa oleh makanan yang dapat menyebabkan sepsis (infeksi bakteria yang berlebihan pada saluran darah), meningitis (radang selaput otak) dan necrotising enterocolitis (infeksi dan radang pada usus besar dan usus kecil) pada bayi baru lahir.

Pengepakan susu formula kadang-kadang tercemar dengan pecahan kaca dan pecahan-pecahan logam serta bahan-bahan industri kimia seperti phthalates dan bispenol A (keduanya merupakan penyebab kanker) dan baru-baru ini, di bagian pengepakan terdapat isopropyl thioxanthone (ITX; juga dicurigai sebagai penyebab kanker).

Susu formula bayi juga mungkin mengandung kadar racun atau logam berat, seperti aluminium, mangan, kadmium dan timbal yang berlebih.

Yang harus diperhatikan secara khusus adalah susu formula soya karena tingginya level tanaman yang dihasilkan dengan oestrogen (phytoestrogen) yang terdapat di dalamnya. Malahan, konsentrasi phytoestrogen yang terdeteksi di dalam darah bayi yang mengkonsumsi susu formula soya bisa mencapai 13,000 – 22,000 kali lebih tinggi dari konsentrasi oestrogen alami. Oestrogen dalam dosis yang lebih tinggi dari yang biasa ditemukan di dalam tubuh dapat menyebabkan kanker.

Pembunuhan para bayi

Bertahun-tahun telah diyakini bahwa resiko sakit dan kematian dari minum botol (dot) sebagian besar terdapat pada anak dari negara berkembang, dimana air bersih yang diperlukan untuk membuat susu formula jarang didapat dan ibu-ibu miskin merasa harus mengencerkan susu formula agar tidak cepat habis, walau dengan mengambil resiko penyakit yang disebarkan melalui air, seperti diare dan kolera, tidak ketinggalan gizi buruk pada bayi mereka.

Tapi data baru dari barat dengan jelas memperlihatkan bawah para bayi di negara maju juga jatuh sakit karena diet awal berupa 'makanan cepat saji'. Meminum susu formula setiap hari pada awal kehidupan seorang bayi dapat berdampak berbahaya baik jangka pendek maupun panjang, karena ia tidak mempunyai gizi yang lengkap, tidak mengandung sistem kekebalan tubuh alami seperti dalam ASI. Susu formula dikonsumsi oleh bayi yang sedang tumbuh, yang keperluan nutrisinya banyak dan selalu berubah, tetapi kebutuhan itu tidak terpenuhi.

Dibandingkan dengan bayi yang minum ASI, bayi yang minum susu formula berkemungkinan meninggal 2 kali lebih tinggi di 6 minggu pertama hidupnya. Khususnya, minum susu formula meningkatkan resiko SIDS (kematian bayi secara tiba-tiba) 2 – 5 kali lebih banyak. Bayi yang minum susu formula juga mempunyai resiko yang sangat tinggi untuk di rawat di rumah sakit karena bermacam infeksi. Contohnya, mereka 5 kali lebih memungkinkan menderita gastroenteritis yang mengharuskan mereka dirawat di Rumah Sakit.

Bahkan di negara berkembang, bayi yang minum susu formula menderita diare 2 kali lebih tinggi dari bayi yang menyusu langsung pada ibunya. Mereka 2 kali lebih memungkinkan (20% vs 10%) menderita otitis media (infeksi telinga dalam), 2 kali lebih mungkin menderita eksem atau tersengal-sengal jika dalam riwayat keluarga ada yang pernah menderita penyakit atopic, dan 5 kali lebih mungkin menderita infeksi saluran kencing (ISK).

Dalam 6 minggu pertama kehidupannya, bayi yang minum susu formula berkemungkinan menderita 6 sampai 10 kali necrotising enterocolitis - infeksi serius pada usus, dengan kematian pada tisu usus – resiko yang terus bertambah sampai 30 kali setelah itu.

Bahkan penyakit yang lebih serius sering dikaitkan dengan pemakaian susu formula. Dibandingkan dengan bayi yang menyusu langsung pada ibunya walau hanya 3 sampai 4 bulan, bayi yang meminum susu formula buatan (artifisial) berkemungkinan menderita ketergantungan insulin muda (diabetes tipe 1). Ada juga kemungkinan 5 sampai 8 kali menderita lymphoma pada anak di bawah 15 tahun yang minum susu formula atau yang mendapat ASI kurang dari 6 bulan.

Ketika bayi tersebut tumbuh dewasa, penelitian telah menunjukkan bahwa bayi susu formula mempunyai kecenderungan terhadap berkembangnya kondisi seperti penyakit radang usus besar pada anak, multiple sclerosis, dental malocclusion, penyakit jantung koroner, diabetes, hyperactivity, penyakit autoimmune thyroid dan penyakit coeliac.

Karena itu, susu formula bahkan tidak bisa dianggap sebagai yang terbaik setelah ASI. Secara resmi, WHO memutuskan bahwa susu formula sebagai pilihan terakhir untuk makanan bayi. Pilihan pertama adalah ASI dari ibu langsung, pilihan kedua ASI perah dari ibu yang diberikan melalui cangkir atau botol, pihan ketiga ASI donor dari ibu lain, dan terakhir susu formula.

Namun, bayi yang menyusu langsung pada ibunya sekarang sudah langka. Di UK, angkanya sangat sangat rendah dan ini telah berjalan selama beberapa dasawarsa. Angka yang tercatat sekarang menunjukkan hanya 62% wanita di Inggris yang mencoba untuk menyusui bayinya (biasanya selama di rumah sakit). Pada usia 6 minggu, hanya 42% yang menyusui bayinya. Menjelang 4 bulan, hanya 29% yang masih menyusui dan di usia 6 bulan angka ini menurun menjadi 22%.

Angka ini bisa saja datang dari negara berkembang mana pun di dunia. Perlu diketahui bahwa angka ini tidak merefleksikan menyusu ASI eksklusif secara ideal. Malahan, banyak ibu-ibu modern melakukan pemberian secara campur – menggabungkan pemberian ASI dengan susu formula dan makanan instan. Di dunia WHO memperkirakan hanya 35% bayi yang mendapatkan ASI sampai usia 4 bulan. Walaupun tidak seorang pun dapat mengatakan secara pasti karena penelitian terhadap ASI eksklusif jarang dan tidak lengkap, bisa dipastikan hanya 1% yang mendapat ASI langsung dari payudara ibunya selama 6 bulan (exclusively breastfed).

Para ibu muda khususnya, sangat jarang menyusui bayinya. Bahkan lebih dari 40% dari ibu di bawah 24 tahun tidak pernah berusaha untuk mencoba menyusui. Akan tetapi, masalah terbesar adalah kesenjangan sosial-ekonomi. Wanita yang tinggal di daerah berpendapatan rendah atau yang berpendidikan rendah malah lebih jarang menyusui bayinya, walau pun hal itu dapat memberikan perbedaan yang sangat besar pada kesehatan anak.

Pada anak-anak dari keluarga yang kekurangan, menyusu pada ibunya secara eksklusif pada 6 bulan pertama dapat menentukan dalam menghapus ketidakseimbangan kesehatannya di masa depan, yang merupakan pilihan antara dilahirkan dalam kemiskinan dan dilahirkan dalam keluarga yang berkecukupan. Dalam arti, ASI membawa bayi keluar dari segala kekurangannya dalam bulan-bulan pertama yang menentukan dan memberikan awal kehidupan yang lebih layak.

Jadi kenapa para ibu tidak menyusui?

Sebelum botol menjadi kebiasaan, menyusui adalah aktifitas sehari-hari berdasarkan contoh, dan belajar dari keluarga dan masyarakat.

Wanita menjadi seorang ahli dalam menyusui dari pengalaman. Tapi sekarang ini, apa yang seharusnya didapat dengan alami telah menjadi sangat rumit – yang menjadi fokus dari strategi dan politik pemasaran global, pembuat regulasi, melobi kelompok penyokong, aktifis dan campur tangan dari pakar yang kadang-kadang tidak efektif.

Menurut Mary Smale, faktor kepercayaan diri dan pemberian dukungan dapat sangat membantu, terutama bagi wanita yang kurang beruntung secara sosial. Mengutip Mary Smale:

Konsep dari 'rasa percaya diri' – dengan kata lain, apakah anda pikir anda bisa mengerjakan sesuatu – sangatlah penting. Anda bisa mengatakan pada seorang wanita bahwa menyusui adalah baik, tapi dia sendiripun harus mempercayainya agar berhasil. Pertama-tama, dia sendiri harus berpikiran kalau itu merupakan ide yang baik – baik untuk dirinya sendiri dan baik juga bagi bayinya. Kedua, dia harus berpikir; 'Saya bisa melakukan itu'. Ketiga – dan mungkin yang paling penting – adalah rasa percaya bahwa jika dia menemukan kesulitan, dia adalah tipe orang yang, dengan bantuan orang lain, akan bisa menyelesaikannya.


Penelitian menunjukkan bahwa wanita yang berpendapatan rendah percaya kalau menyusui itu menyakitkan, dan mereka juga lebih cenderung percaya kalau susu formula itu sama bagusnya dengan ASI. Jadi dari awal, motivasi untuk menyusui itu tidak ada. Tapi sebenarnya yang paling berpengaruh adalah kepercayaan bahwa jika ada masalah dalam menyusui, tidak ada lagi yang bisa diperbuat. Contohnya, jika terluka, berarti memang kurang beruntung. Pemikiran ini sangat berbeda dari ibu yang berasal dari kelas menengah yang terbiasa meminta bantuan untuk menyelesaikan masalah mereka, yang tidak takut untuk mengangkat telpon, atau meminta pada bidannya atau pejabat kesehatan, 'Saya ingin anda membantu saya akan masalah ini'.

Hampir semua wanita – sekitar 99% - dapat menyusui dan memproduksi susu yang cukup bagi bayi mereka bukan hanya untuk tumbuh, tapi juga berkembang dengan pesat.

Dengan dorongan, dukungan dan bantuan, hampir semua wanita ingin memulai menyusui secara langsung, tapi tingkat penurunannya sangat mengkhawatirkan: 90% wanita yang menyerah dalam 6 minggu pertama berkata bahwa mereka sebenarnya ingin meneruskan. Dan sepertinya tingkat menyusui jangka panjang dapat ditingkatkan jika ada dukungan yang berkesinambungan, dan jika persetujuan di dalam keluarga dan masyarakat luas mengenai menyusu secara langsung, baik di rumah maupun di tempat umum, dapat diketahui dengan jelas dan menyeluruh.

Jelas sekali, dukungan sosial ini tidak ada. Pro-kontra antara ASI dengan susu formula menunjukkan gabungan berbagai factor yang kompleks – kesehatan, sosial ekonomi, budaya dan politik – yang sering kali mengurangi rasa percaya diri wanita, sembari menekankan pemikiran bahwa memberikan susu formula adalah merupakan gaya hidup dan bukan masalah kesehatan, dan menekankan bahwa badan wanita modern tidak bisa menghasilkan susu yang cukup untuk anaknya.

'Menyusui adalah negosiasi alami antara ibu dan bayi, dan jika diganggu resiko ditanggung sendiri,' kata Professor Mary Renfrew, Direktur dari Unit Penelitian Ibu dan Anak, Universitas York. "Tapi di tahun-tahun pertama abad lalu, orang terlalu sibuk mengganggu proses alami ini. Apabila menyusui adalah sebuah ekologi, yang anda punya adalah habitat alami yang telah diganggu bukan hanya oleh kehadiran dari predator besar – yaitu ditemukannya susu formula –, tetapi juga kenyataan bahwa habitat ini memang telah melemah karena berbagai faktor lain yang membuat menyusui menjadi musnah.

'Jika anda melihat pada buku teks kesehatan dari awal abad ke-20, anda akan menemukan banyak kutipan tentang membuat proses menyusui ini menjadi ilmiah dan terperinci, and dari sini lah anda akan melihat segala sesuatunya mulai berantakan.' Kekacauan ini, kata Renfrew, sebagian besar disebabkan oleh ketakutan dan ketidakpercayaan yang dimiliki oleh ilmu pengetahuan akan proses alami menyusui.

Pada kenyataannya seorang ibu dapat meletakkan bayinya di payudara dan melakukan pekerjaan lain selagi menyusui, dan membiarkan bayinya melepaskan diri dari payudaranya secara alami ketika telah kenyang. Tetapi ini dilihat oleh ilmu kesehatan sebagai hal yang salah dan tidak tepat. Model kesehatan / ilmiah mengganti situasi alami ini dengan ukuran yang tepat – contohnya, berapa mililiter susu yang seharusnya seorang bayi minum setiap kalinya – mengacaukan keseimbangan alami antara ibu dan bayi, dan membuat pemberian botol sebagai kondisi normal biologis.

Tingkat menyusui juga mulai menurun sebagai akibat dari perubahan keadaan sekitar para wanita setelah Perang Dunia I, dengan banyaknya wanita meninggalkan anak-anaknya untuk pergi bekerja sebagi akibat dari emansipasi wanita – dan tewasnya para lelaki di medan perang – dan lebih luas lagi dengan adanya Perang Dunia II, dimana lebih banyak lagi para wanita memasuki dunia kerja.

'Gelombang pertama feminism, yang mengecap kesadaran semua orang di tahun 60-an,' kata Renfrew, 'telah mendorong wanita untuk menjauh dari bayinya dan memulai hidup mereka sendiri. Satu faktor yang mungkin menolong dalam menyusui – yaitu sikap wanita yang saling membantu satu sama lain – malah menciptakan situasi dimana para wanita intelektual tidak menyadari bahwa mereka menjauh dari bayinya. Akibatnya, wanita tersebut mengalami penurunan rasa kepercayaan diri akan menyusui, menurunnya pengertian akan kepentingan menyusui dan menurunnya kemampuan kesehatan profesional untuk mendukung kegiatan menyusui. Dan, tentunya, semua hal ini berjalan bersamaan dengan garis waktu dimana perkembangan teknologi susu buatan dan tersedianya formula secara gratis.'

Kelahiran dengan bantuan obat-obatan

Sebelum Perang Dunia II, kehamilan dan kelahiran – dan, dengan tambahan, menyusui – adalah bagian dari rangkaian kehidupan normal. Wanita melahirkan di rumah dengan bantuan dan dukungan dari bidan yang terlatih, yang mereka sendiri merupakan bagian dari masyarakat, dan setelah itu mereka menyusui dengan dorongan dari keluarga dan teman-teman.

Mengeluarkan proses kelahiran dari masyarakat dan menempatkannya di rumah sakit, menempatkan proses reproduksi wanita sebagai pengobatan. Kejadian alami berubah menjadi masalah medis, dan pengetahuan tradisional diganti oleh solusi ilmiah dan teknologi. Proses pengobatan ini mengakibatkan rangkaian intervensi yang merentahkan kepercayaan diri wanita atas kemampuannya sendiri untuk mengandung dan memelihara bayi yang sehat, melahirkannya dan kemudian menyusuinya.

Rangkaian peristiwa terjadi seperti ini: Rumah sakit adalah instansi yang tidak dapat melakukan hubungan secara personal. Operasional rumah sakit berjalan sesuai dengan jadwal dan rutinitas. Agar sebuah rumah sakit berjalan dengan lancar, pasien idealnya harus dibuat tenang dan tidak bergerak. Bagi wanita yang akan melahirkan, ini berarti berbaring telentang di tempat tidur, posisi yang tidak alami yang membuat proses melahirkan berjalan lambat, tidak produktif dan amat sangat sakit.

Untuk 'memperbaiki' proses melahirkan yang tidak alami ini, dokter membuat berbagai macam obat-obatan (biasanya hormon sintetik seperti prostaglandins atau syntocinon), teknik (seperti forceps) dan prosedur (seperti episiotomies) untuk mempercepat proses kelahiran. Proses percepatan ini akan membuat proses kelahiran lebih menyakitkan dan membuka jalan untuk pembuatan obat penghilang rasa sakit. Banyak dari obat-obatan ini sangat kuat sehingga ibu sering tidak sadar dan terbius total pada waktu melahirkan, sehingga tidak bisa langsung menyusui kepada bayinya yang baru lahir.

Semua obat penghilang rasa sakit masuk ke dalam plasenta, jadi walaupun sang ibu dalam keadaan sadar, bayinya mungkin saja tidak. Bayinya juga dapat terkena pengaruh obat yang sangat kuat yang membuat insting dasar alaminya (yang membantunya mencari puting sang ibu) dan koordinasi otot (penting untuk bisa melekat dengan benar di payudara sang ibu) sangat terganggu.

Sementara ibu dan bayinya memulihkan diri dari proses kelahiran yang dibantu oleh obat-obatan, mereka, sampai pada tahun 1970-an dan 1980-an, sering sekali dipisahkan. Bayi tersebut tidak 'diijinkan' untuk menyusu sampai dia mendapatkan botol terlebih dahulu, untuk berjaga jika ada masalah dengan sistim ususnya. Menyusui, apaila diijinkan, dilakukan dengan jadwal yang ketat. Jadwal pemberian ini biasanya setiap 3 atau 4 jam, yang sangat tidak wajar bagi manusia baru lahir, yang biasanya membutuhkan asupan makanan 12 atau sering kali lebih dalam periode 24 jam. Bayi yang kelaparan diantara pemberian makan sering diberikan tambahan air dan/atau formula.

'Banyak terjadi penambahan (susu formula)' kata Profesor Renfrew. 'Cara menyusu 'ilmiah' yang terjadi di rumah sakit adalah bayi diberikan waktu 2 menit untuk tiap payudara pada hari pertama, lalu 4 menit pada tiap payudara di hari ke-2, 7 menit disetiap payudara pada hari ke-3, dan seterusnya. Karenanya sang ibu menjadi sangat gelisah karena ia malah lebih sering melirik jam daripada mengamati pada bayinya. Karenanya, bayi tersebut akan diberi tambahan asupan setelah menyusui seperti, lalu diberi susu formula pada malam hari daripada dibawa kepada ibunya untuk menyusu. Jadi anda akan menghadapi situasi dimana para bayi menangis di ruang perawatan bayi, dan para ibu menangis di kamar perawatan mereka. Itulah yang dikatakan ‘normal’ sepanjang tahun 60 dan 70-an.'

ASI diproduksi berdasarkan prinsip "supply-and-demand". Penambahan susu formula ini menyebabkan menenangkan rasa lapar bayi tetapi mengurangi permintaan akan ASI, yang pada akhirnya menurunkan persedian ASI sang ibu. Sebagai akibatnya, para wanita merasa tertekan dengan pengalamannya menyusui dalam proses kelahiran di instansi rumah sakit yang sering menyakitkan dan juga sering tidak berhasil.

Menyusui dimana saja

Dalam situasi yang tidak memungkinkan ini, ketika menyusui menjadi 'gagal', susus formula ditawarkan sebagai 'solusi nutrisi yang lengkap' yang juga lebih 'modern', lebih 'bersih', dan lebih 'diterima secara sosial'.

Setidaknya 2 generasi dari wanita telah ditempatkan dalam rutinitas yang merugikan ini dan, sebagai akibatnya, banyak dari para ibu sekarang melihat konsep menyusui ini aneh dan tidak dikenal, dan sering kali digambarkan sebagai sesuatu yang dapat bias dilakukan tetapi sering kali tidak 'berhasil'. Menyusui menjadi sesuatu yang dapat 'dicoba' tapi juga sesuatu yang tidak perlu dikhawatirkan jika tidak berhasil.

Kegagalan profesional

Para dokter muda, perawat dan bidan yang sama yang memulai kesehatan reproduksi dengan model pengobatan inilah yang menjalankan servis kesehatan sekarang ini. Tidaklah mengejutkan, bahwa rumah sakit modern agak berbeda dengan para pendahulunya. Rumah sakit ini mungkin mempunyai TV dan pemutar CD dan obat-obatan lebih yang lebih canggih, tapi tujuan dasar dan prinsip penggunaan obat saat melahirkan tidak banyak berubah pada 40 tahun terakhir – dan pengaruhnya terhadap penyusuan masih sangat mencemaskan.

Dalam banyak kejadian, pandangan para jasa kesehatan akan pemberian asupan gizi pada bayi didasari atas pengalaman pribadi mereka. Jajak pendapat memperlihatkan, bahwa faktor paling penting yang mempengaruhi keefektifan dan ketepatan nasehat tentang menyusui dari seorang dokter adalah apakah si dokter itu sendiri, atau istrinya, telah menyusui anaknya. Begitu juga dengan bidan, perawat dan pejabat kesehatan yang memberi formula pada anaknya akan sangat jarang bisa memberi nasehat tentang menyusui (pemberian ASI).

Lebih mengkhawatirkan, para profesional ini dapat mengabadikan mitos-mitos menyesatkan tentang menyusui yang mengakibatkan kegagalan proses menyusui ini. Di beberapa rumah sakit, para wanita masih disarankan untuk membatasi waktu bayi menetek pada tiap payudara, gunanya untuk ‘menguatkan’ puting mereka. Atau para wanita ini diberitahu bahwa bayi mereka telah mendapat susu yang dibutuhkan pada 10 menit pertama dan menetek setelah ini tidak ada gunanya. Beberapa masih disuruh untuk mengikuti jadwal 4 jam-an. Angka dari kantor Statistik Nasional (Office of National Statistics) di Inggris memperlihatkan bahwa kita masih melakukan penambahan makanan terhadap bayi. Di tahun 2002, hampir 30% bayi di rumah sakit di Inggris diberikan botol sebagai tambahan oleh pegawai rumah sakit, dan hampir 20% bayi dipisahkan dari ibunya.

Meneruskan nasehat yang tidak benar dari praktisi kesehatan adalah salah satu alasan mengapa, di tahun 1991, UNICEF memulai Inisiatif Rumah Sakit Sayang Bayi (RSSB) – sistim yang tersertifikasi untuk rumah sakit yang memenuhi kriteria tertentu yang akan mempromosikan keberhasilan menyusui. Kriteria ini termasuk: melatih semua pegawai kesehatan tentang bagaimana memfasilitasi kegiatan menyusui; membantu para ibu untuk mulai menyusui pada 1 jam pertama setelah proses kelahiran; tidak memberikan asupan apapun pada bayi yang baru lahir kecuali ASI, kecuali ada indikasi medis; dan rumah sakit tidak menerima susu formula yang dibagikan gratis maupun yang diberi potongan harga besar. Pada dasarnya, ini adalah langkah penting dalam mempromosikan kegiatan menyusui, dan penelitian memperlihatkan bahwa wanita yang melahirkan di Rumah Sakit Sayang Bayi akan lebih lama menyusui bayinya.

Di Scotland, contohnya, dimana hampir 50% rumah sakit dikategorikan Sayang Bayi, angka inisiasi menyusui telah naik secara tajam di tahun terakhir ini. Di Cuba, dimana 49 dari 56 rumah sakit dan fasilitas melahirkan adalah Sayang Bayi, angka keberhasilan atas menyusui secara eksklusif selama 4 bulan hampir naik 3 kali lipat dalam 6 tahun – dari 25% di tahun 1990 menjadi 72% di tahun 1996. Kenaikan yang sama juga telah ditemukan di Bangladesh, Brazil dan Cina.

Sayangnya, kemauan untuk mendapatkan status RSSB tidak umum. Di Inggris, hanya 43 rumah sakit (hanya mewakili 16% dari semua rumah sakit di UK) yang telah mendapat kreditasi penuh – dan tidak satu pun berada di London. Dari lebih kurang 16,000 rumah sakit di seluruh dunia yang termasuk dalam predikat Sayang Bayi, hanya 32 rumah sakit saja yang berada di US. Terlebih lagi, sementara Rumah Sakit Sayang Bayi berhasil mendapatkan angka yang tinggi, mereka tidak bisa memberikan garansi bahwa pemberian ASI akan diteruskan begitu si ibu kembali ke masyarakat. Bahkan diantara para wanita yang melahirkan di RSSB, mereka yang berhasil menyusui secara eksklusif selama 6 bulan sangatlah rendah.

Pengaruh dari periklanan

Rumah Sakit Sayang Bayi menghadapi tantangan yang berat dalam melawan ketidak-pedulian praktisi kesehatan, para ibu dan masyarakat umum. Mereka juga melakukan perlawanan yang sulit dengan media yang, melalui editorialnya yang mengarahkan ke perasaan bersalah para ibu jika mereka memberikan botol dan, lebih mempengaruhi, melalui media iklan, telah menetapkan susu formula sebagai pilihan yang tepat.

Walaupun sekarang telah ada batasan untuk iklan susu formula bayi, selama bertahun-tahun, para produsen telah berhasil, melalui iklan dan promosi, untuk menetapkan isu pemberian asupan gizi bagi bayi pada dunia ilmiah (contohnya, dengan memberi dokter grafik pertumbuhan yang menetapkan pola pertumbuhan bayi yang mengonsumsi susu formula sebagai sesuatu yang normal) dan dalam konteks sosial yang lebih luas, menggambarkan persepsi tentang mana yang benar dan mana yang salah.

Sebagai akibatnya, dengan tidak adanya wanita yang membicarakan tentang kehamilan, kelahiran dan pengasuhan anak di masyarakat, pilihan masyarakat sekarang ini lebih banyak dipengaruhi oleh selebaran, buklet dan iklan.

Produsen susu formula menghabiskan biaya yang tidak terhitung banyaknya untuk memikirkan strategi pemasaran yang dapat membuat produk mereka selalu diingat masyarakat. Di Inggris, perusahaan formula menghabiskan biaya sedikitnya £12 juta (hampir Rp. 200 Milyar) tiap tahunnya untuk buklet, selebaran iklan dan promosi lainnya, seringnya disamarkan sebagai 'materi edukasi'. Kira-kira £20 (Rp 330,000) untuk setiap seorang bayi lahir. Kebalikannya, pemerintah di Inggris hanya menghabiskan sekitar 14 pence (Rp 2,000) untuk setiap bayi yang lahir tiap tahunnya untuk mempromosikan pemberian ASI.

Ini adalah pola ketidakadilan yang berulang terus menurus di seluruh dunia – dan tidak hanya pada makanan bayi. Biaya periklanan global untuk industri makanan adalah $40 milyar (Rp 385 trilyun), angka yang lebih besar dari pendapatan kotor domestik yaitu 70% dari negara di dunia. Untuk setiap $1 (Rp 10,000) yang dikeluarkan oleh WHO untuk mencegah penyakit yang disebabkan oleh makanan dari barat, lebih dari $500 (Rp 5,000,000) dikeluarkan oleh industri makanan untuk mempromosikan makanan tersebut.

Semenjak mereka tidak bisa lagi mengiklankan susu formula bayi secara langsung kepada para ibu (contohnya, di majalah ibu dan bayi atau melalui selebaran langsung), atau memberikan sampel gratis di rumah sakit atau klinik, pabrik-pabrik telah mulai memanfaatkan tempat lain, seperti klub-klub ibu dan bayi, halaman internet yang isinya menolong para ibu yang sibuk mendapatkan semua informasi yang mereka butuhkan tentang makanan bayi. Kadang-kadang mereka juga bergantung pada dalih yang menyesatkan.

Produsen diijinkan untuk mengiklankan susu formula lanjutan untuk bayi diatas 6 bulan kepada orang tua. Tapi, kadang-kadang, iklan ini menampilkan bayi yang jauh lebih muda, menyiratkan bahwa produk mereka cocok untuk bayi (di bawah 6 bulan). Dampak dari promosi seperti ini tidak bisa diabaikan. Penelitian NCT/UNICEF pada tahun 2005 di UK memastikan bahwa sepertiga ibu-ibu di Inggris yang mengaku melihat iklan susu formula pada 6 bulan sebelumnya percaya bahwa formula untuk bayi sama bagusnya atau bahkan lebih bagus daripada ASI. Penemuan ini sangat mengejutkan karena iklan susu formula untuk bayi sampai susu untuk ibu telah dilarang selama bertahun-tahun di beberapa negara, termasuk UK.

Untuk mengakali batasan-batasan yang mencegah promosi susu formula langsung kepada orang tua, produsen menggunakan beberapa strategi psikologi yang difokuskan pada kekhawatiran alami para orang tua baru tentang kesehatan bayi mereka. Banyak dari susu formula sekarang, contohnya, diciptakan dan dijual sebagai solusi dari masalah 'kesehatan' bayi seperti lactose intolerance, incomplete digestion dan selalu merasa 'lapar' – walaupun kebanyakan dari masalah ini disebabkan oleh pemberian susu formula dari awal dengan alasan yang tidak tepat.

Masalah sosial ekonomi yang terbagi diantara ibu-ibu menyusui juga dimanfaatkan oleh perusahaan susu formula, karena menargetkan wanita berpendapatan rendah (dengan iklan dan juga melalui skema kesejahteraan) telah terbukti sangat menguntungkan. Ketika disuguhkan dengan kesempatan untuk memberikan anak-anak mereka yang terbaik yang bisa diberikan oleh ilmu pengetahuan, banyak ibu-ibu berpendapatan rendah yang tergoda dengan susu formula. Ini sangat benar jika mereka menerima sampel gratis, yang masih terjadi di banyak negara berkembang.

Tapi supply-and-demand alami dari ASI adalah, sekali seorang ibu menerima sampel gratis ini dan mulai memberikan bayinya susu formula tersebut, persediaan ASI-nya sendiri akan cepat mengering. Sedihnya, setelah ini para ibu kehabisan stok susu gratisnya, mereka akan mengetahui bahwa mereka tidak bisa menghasilkan ASI dan tidak mempunyai pilihan lain selain mengeluarkan uang dalam jumlah banyak untuk meneruskan pemberian formula bagi anak-anaknya.

Bahkan ketika para produsen 'mempromosikan' ASI, mereka menanamkan yang disebut oleh Mary Smale sebagai benih dari 'suatu kondisi' yang akan menuju kesebuah kegagalan. 'Beberapa tahun lalu, produsen terbiasa membuat selebaran yang hebat untuk para wanita, menganjurkan wanita untuk menyusui dan meyakinkan mereka bahwa mereka cuma membutuhkan beberapa ekstra kalori per hari. Anda tidak bisa menyalahkan mereka pada kata-katanya, tapi gambarnya menunjukkan bahan-bahan makanan yang mahal.'

Pesan dasar iklan tersebut sudah jelas; kehamilan yang sehat dan persediaan ASI yang cukup ada pada grup kelas menengah, dan para wanita yang tidak termasuk kedalam grup tersebut harus bergantung pada sumber-sumber lainnya untuk mencukupi kebutuhan bayi mereka.

Melihat sekilas pada majalah kehamilan mana saja atau paket 'dermawan' – buklet informasi yang menarik untuk dilihat yang dilengkapi dengan contoh produk gratis yang diberikan kepada ibu baru di Inggris – memperlihatkan bahwa pesan-pesan halus, yang termasuk foto-foto mewah bahan makanan mahal yang diatur secara artistik, bungkalan roti dan potongan keju dengan gaya deli, mangga eksotik, anggur dan kiwi, dan sayuran segar yang disusun secara artistik, masih sering terjadi.

Biaya penelitian

Produsen juga turut memanfaatkan pengaruh mereka melalui praktisi kesehatan (dimana mereka bisa memberikan sampel gratis untuk penelitian dan 'tujuan pendidikan') sebagai pihak yang berada di tengah. Kado gratis, jalan-jalan 'edukasi' ke lokasi-lokasi eksotis dan mensponsori penelitian adalah sebagian cara bagi praktisi kesehatan 'terdidik' mengenai keuntungan dari susu formula.

Menurut Patti Rundall, OBE, pembuat kebijakan untuk grup Baby Milk Action di UK, yang telah melobi untuk meminta pertanggung jawaban dari makanan bayi selama lebih dari 20 tahun, 'Sepanjang dua dekade terakhir, perusahaan makanan bayi telah mencoba membangun peranan penting dengan praktisi kesehatan, karena mereka mengetahui bahwa pelayanan kesehatan dan pendidikan memegang peranan penting dalam kesempatan pemasaran. Perusahaan, contohnya, sangat tertarik untuk membiayai penelitian pemberian asupan gizi bagi bayi yang merupakan dasar dari kebijakan kesehatan, dan untuk membayar bidan, guru, materi kesehatan dan proyek masyarakat.'

Mereka juga bersemangat untuk membiayai LSM yang 'penting' - kelompok yang mempunyai tugas untuk memberi informasi dan mendukung wanita. Tapi pembiayaan seperti ini tidak diijinkan oleh International Code of Marketing of Breastmilk Substitutes (lihat di bawah) karena akan membayangi kemampuan dari organisasi-organisasi seperti ini untuk memberikan informasi independen tentang pemberian makan bayi bagi para ibu. Akan tetapi praktek seperti ini masih sering terjadi – mungkin lebih tertutup dibandingkan sebelumnya – dan terus melemahkan kegiatan penyuluhan praktisi kesehatan untuk proses menyusui.

Melawan balik

Ketika penurunan angka menyusui mempengaruhi kesehatan bayi terlihat jelas dan pengiklanan susu bayi memiliki efek langsung terhadap keputusan pada wanita untuk tidak menyusui, dibuatlah draft International Code of Marketing of Breastmilk Substitutes (Kode Pemasaran Internasional dari Pengganti ASI) dan akhirnya diadopsi oleh World Health Assembly (WHA) pada tahun 1981. Hampir dengan keputusan bulat dengan 118 anggota menyetujui, 3 tidak memberi suara dan satu – Amerika – tidak menyetujui. (Tahun 1994, bertahun setelah menentang, Amerika akhirnya bergabung dengan negara-negara berkembang di dunia sebagai penandatangan Kode Internasional tersebut.)

Kode Internasional ini adalah alat unik yang mempromosikan nutrisi yang aman dan cukup untuk bayi dalam scala global dengan mencoba untuk melindungi kegiatan menyusui dan memastikan pemasaran susu pengganti ASI yang tepat. Ini berlaku untuk semua produk yang dipasarkan sebagai bagian atau pengganti total dari ASI, termasuk formula untuk bayi, susu lanjutan, susu formula spesial, sereal, jus, sayuran campur dan the bayi, dan ini juga berlaku untuk botol susu dan dot atau empeng. Sebagai tambahan, Kode Internasional ini juga menjaga agar tidak ada makanan bayi yang dipasarkan dengan cara meremehkan kegiatan menyusui. Secara rinci, Kode ini:

  • Melarang semua iklan atau promosi dari produk-produk ini ke masyarakat umum
  • Melarang pemberian sampel dan hadiah kepada para ibu dan pekerja kesehatan
  • Mewajibkan materi informasi menyokong kegiatan menyusui, tidak menggunakan botol dan tidak memakai gambar bayi atau tulisan yang mengidealkan pemakaian pengganti ASI
  • Melarang penggunaan jaringan kesehatan untuk mempromosikan pengganti ASI
  • Melarang persedian susu pengganti ASI yang gratis mau pun berharga rendah
  • Mengijinkan praktisi kesehatan untuk menerika sampel, tapi hanya untuk kegiatan penelitian
  • Menuntut informasi produk harus berdasarkan fakta dan ilmiah
  • Melarang penjualan insentif untuk pengganti ASI dan hubungan langsung dengan para ibu
  • Mewajibkan label berisi informasi lengkap tentang penggunaan susu formula bayi dan resikonya jika disalahgunakan
  • Mewajibkan pelabelan yang tidak mencegah kegiatan menyusui

Dokumen ini mungkin tidak akan dapat dibuat di masa sekarang. Semenjak pendirian World Trade Organization (WTO) dan etos 'perdagangan bebas'-nya di tahun 1995, peningkatan kecanggihan dari strategi kekuatan perusahaan dan melobi secara agresif dari organisasi kesehatan telah meningkat sampai batas dimana Kode Internasional ini bisa saja telah terbuang jauh sebelum berada dalam proses voting.

Akan tetapi, di tahun 1981, anggota dari negara, badan hukum dan LSM mempunyai kekuatan yang sama. Dengan melarang industri mengiklankan susu formula, memberikan sampel gratis, mempromosikan produk mereka di fasilitas kesehatan atau memberikan contoh produk ibu dan bayi, dan mengharuskan pemberian lebel yang baik, Kode Internasional bertindak untuk mengatur industri, yang jika tidak, akan bertindak semena-mena untuk mempromosikan produk makanan bayi yang bermutu lebih rendah.

Sayangnya…

Menjadi penandatangan di dalam Kode Internasional tidak berarti para negara anggota berkewajiban mengadopsi rekomendasinya secara keseluruhan. Banyak negara, termasuk Inggris, hanya mengadopsi sebagian – contohnya, prinsip dasar dari menyusui adalah hal yang baik – dan mengabaikan strategi yang paling penting yang membatasi iklan dan kontak perusahaan kepada para ibu. Jadi, di Inggris, susu formula untuk 'bayi sehat' dapat diiklankan kepada para ibu melalui rumah sakit dan klinik, walaupun tidak melalui media.

Lebih lagi, pabrik susu formula tetap melakukan argumentasi bahwa Kode Internasional tersebut terlalu ketat dan membuat mereka berhenti memanfaatkan target pasar mereka. Sesungguhnya, Helmut Maucher, seorang pelobi perusahaan yang sangat kuat dan pemimpin kehormatan Nestle – perusahaan yang mengklaim 40% dari pasar global makanan bayi – telah mengatakan 'on record': 'Keputusan yang menyakiti kemampuan sebuah perusahaan untuk bersaing sesungguhnya tidak bermoral.'

Dan jangan salah, pasar mereka sangat besar. Pasar susu bayi di UK berharga £150 juta (Rp 2.5 trilliun) tiap tahunnya dan di Amerika berkisar $2 milyar (Rp 20 trilliun). Pasar susu dan makanan bayi di seluruh dunia mencapai $17 milyar (Rp 140 trilliun) dan masih tumbuh 12% tiap tahunnya. Dari sudut pandang pabrik susu formula, semakin banyak wanita menyusui, semakin banyak kerugian yang mereka derita. Diperkirakan, untuk setiap anak yang menyusu selama 6 bulan, rata-rata makanan bayi berharga $450 (Rp 4,500,000) tidak terjual. Dalam skala global, kerugian yang diderita sebesar jumlah tersebut dalam milyaran dolar.

Yang dikhawatirkan oleh produsen adalah, jika mereka menerima Kode Internasional tanpa perlawanan, langkah mereka akan dijadikan contoh bagi area perdagangan internasional lainnya – seperti, farmasi, rokok, makanan dan industi pertanian, dan perusahaan minyak.

Inilah mengapa fokus dari makanan bayi telah dialihkan dari kesehatan anak dan malah menjadi usaha simbolis untuk menuju pasar bebas.

Sementara banyak produsen yang setuju secara umum untuk mentaati Kode Internasional ini, tapi secara diam-diam, mereka melancarkan penelitian yang sangat besar dalam membangun jalan untuk menafsir ulang dan mencari jalan belakang. Dalam usaha keras ini, Nestle telah memperlihatkan pembangkangan dan kekerasan hati dalam usaha untuk mengikis kepercayaan ini.

Di India, contohnya, Nestle melobi untuk melawan Kode Internasional dimasukkan ke dalam undang-undang dan ketika, gagal, Nestle menghadapi tuntutan kriminal atas labelnya, dan mengeluarkan petisi tertulis untuk melawan pemerintahan India dari pada menerima tuduhan tersebut.

Bertahun-tahun melakukan aksi agresif seperti ini, digabungkan dengan pengiklanan dan penerapan pemasaran yang tidak pantas, telah mendorong kampanye untuk memboikot produk-produk dari Nestle yang dimulai sejak tahun 1977.

Kelemahan Kode Internasional ini adalah tidak memberikan badan pengawasan. Konsep ini masuk dalam rancangan asli, tapi dikeluarkan dari rancangan berikutnya. Malahan, pengawasan terhadap Kode Internasional tersebut telah diberikan kepada 'pemerintah yang bergerak secara individu dan bersama melalui WHO.'

Minum pakai botol

Tapi, pada 25 tahun terakhir, pertanggungjawaban perusahaan telah turun jauh dalam agenda PBB, jauh dibelakang perdagangan bebas, peraturan sendiri dan persekutuan. Kurangnya pengawasan pemerintah berarti kelompok kecil dan kelompok yang tidak terlalui dibiayai seperti the International Baby Food Action Network (IBFAN), yang mempunyai 200 anggota bekerja dilebih 100 negara, telah mengambil alih pekerjaan untuk mengawasi kesalahan Kode Internasional seperti layaknya pekerjaan yang harus mereka lakukan. Tapi sementara kelompok pengawas ini dapat mengawasi dan melaporkan pelanggaran Kode Internasional kepada pejabat kesehatan yang berwenang, mereka tidak dapat menghentikannya.

Pada tahun 2004, laporan semester IBFAN Breaking the Rules, Stretching the Rules, menganalisa penerapan promosi dari 16 perusahaan makanan bayi internasional, dan 14 perusahaan botol dan dot, antara Januari 2002 dan April 2004. Para peneliti menemukan sekitar 2,000 pelanggaran Kode di 69 negara.

Dalam skala global, mengartikan Kode Internasional untuk menyesuaikan strategi pemasaran sudah umum, dan Nestle tetap menjadi pemimpin dari kelompok ini. Menurut IBFAN, Nestle percaya hanya satu produknya – susu formula bayi – yang berada didalam lingkup Kode. Perusahaan ini juga menyangkal Kode Internasional ini secara keseluruhan, bersikeras bahwa itu hanya berlaku di negara berkembang. Saat Nestle dan Asosiasi Perusahaan Makanan Bayi memimpin, perusahaan lain tinggal mengikuti, dan saat perusahaan seperti Nestle tertangkap melanggar Kode tersebut, strateginya sederhana, tapi efektif, yaitu : memulai diskusi yang kompleks dan membosankan dengan organisasi di level WHA atau WHO tentang bagaimana cara terbaik mengartikan Kode Internasional yang diharapkan akan mengganti kerugian dari publikasi yang jelek, dan mengalihkan perhatian dari penyebab kerugian yang disebabkan oleh pelanggaran terus menerus.

Menurut Patti Rundall, sangatlah penting untuk tidak mengalihkan perhatian dari inti masalahnya: 'Tidak ada makanan bayi yang dihasilkan secara lebih lokal, lebih tahan atau lebih bersahabat dengan lingkungan dari pada ASI, satu-satunya makanan yang dibutuhkan oleh bayi untuk 6 bulan pertama kehidupannya. ASI adalah sumber yang dapat diperbarui secara alami, yang tidak membutuhkan pengepakan atau transportasi yang tidak menghasilkan limbah dan gratis. Menyusui juga dapat mengurangi kemiskinan, yang merupakan penyebab paling besar dari kekurangan gizi.'

Jadi mungkin kita sebaiknya menyederhanakan perdebatan dengan menanyakan: Apakah perusahaan yang mempromosikan susu formula bayi sebagai hal yang normal bisa disebut sebagai pengusaha yang pintar melakukan pekerjaannya atau pelanggar hak azazi manusia yang terburuk?

Tidak cukup baik

Setelah lebih dari dua dekade, sangat jelas terlihat bahwa pembelaan setengah hati terhadap proses menyusui menguntungkan perusahaan susu formula berbagai negara, tetapi tidak menguntungkan ibu dan bayi. Industri makanan bayi tidak bermaksud mengikuti rekomendasi PBB tentang makanan bayi atau prinsip dari Kode Pemasaran Internasional dari Pengganti ASI – kecuali mereka dipaksa untuk melakukan itu oleh undang-undang atau tekanan dari konsumen atau, lebih efektik, dari keduanya.

Para wanita tidak gagal menyusui. Praktisi dan pekerja kesehatan beserta pemerintah telah gagal mengajar dan menyokong para wanita yang mau menyusui.

Tanpa dukungan, banyak wanita akan menyerah ketika mereka menemukan kesulitan, walau pun hanya kesulitan kecil. Dan sampai sekarang, menurut Mary Renfrew, 'Wanita yang menyerah meneruskan proses menyusui ini bukan melakukannya dengan gampang. Mereka tidak hanya berhenti menyusui dan langsung meninggalkannya. Banyak dari mereka berjuang sangat keras untuk meneruskannya dan mereka berjuang tanpa adanya dukungan. Mereka melawan lingkungannya – yang bukan saja sangat pro dengan pemberian susu formula, tapi juga sangat tidak bersahabat dengan proses menyusui.'

Untuk memutar-balikkan tradisi ini, pemerintah di seluruh dunia harus mulai mengambil tanggung jawab yang serius untuk memastikan kesehatan generasi penerus. Untuk melakukan ini diperlukan pergantian sosial yang jelas dan mendalam. Kita harus berhenti mengganggu para ibu dengan pesan sederhana 'ASI yang terbaik' dan meluangkan waktu, energi dan uang untuk mendidik ulang para praktisi kesehatan dan masyarakat secara luas.

Kita juga harus berhenti berkompromi. Kebijakan kesehatan pemerintah seperti di Inggris dan Amerika, yang menargetkan 75% wanita untuk menyusui sewaktu keluar dari rumah sakit, tidak lebih dari sekedar basa basi.

Banyak dari wanita ini akan berhenti menyusui dalam beberapa minggu dan kebijakan itu tidak menguntungkan siapa pun juga kecuali pembuat susu formula, yang akan mulai menerima uang begitu proses menyusui berhenti.

Untuk mengajak semua ibu untuk menyusui, kita harus siap untuk:

  • Melarang semua iklan susu formula termasuk susu lanjutan
  • Melarang pembagian gratis sampel-sampel susu formula, termasuk yang diberikan untuk kepentingan pendidikan dan pelajaran
  • Memerlukan peringatan kesehatan yang jujur dan jelas di semua kaleng-kaleng dan karton-karton susu formula bayi
  • Meletakkan pembiayaan yang cukup untuk mempromosikan proses menyusui disetiap daerah, terutama daerah yang berkekurangan, dengan beberapa dapat menghasilkan 100% ASI di 6 bulan pertama kehidupan
  • Membiayai kampanye iklan dan pendidikan yang menargetkan para ayah, mertua, anak sekolah, dokter, bidan dan masyarakat umum
  • Memberikan dorongan dan persetujuan bagi wanita yang ingin menyusui di tempat umum
  • Membuat kelonggaran untuk semua wanita pekerja untuk mengambil cuti selama 6 bulan setelah melahirkan, tanpa mereka harus takut kehilangan pekerjaan

Strategi seperti ini telah terbukti berhasil. Pada tahun 1970, angka menyusui di Skandinavia sama rendahnya dengan di Inggris. Lalu, satu demi satu, negara-negara Skandinavia melarang semua iklan susu formula, menawarkan 1 tahun cuti melahirkan dengan pembayaran gaji sebesar 80% dan, pada waktu si ibu kembali bekerja, diberikan waktu 1 jam istirahat untuk menyusui setiap harinya. Sekarang, 98% wanita Scandanivia memprakasai proses menyusui ini, dan 94% tetap menyusui pada usia 1 bulan, 81% pada usia 2 bulan, 69% pada usia 4 bulan dan 42% pada usia 6 bulan. Angka ini, meskipun tidak terlalu tinggi, tapi tetap yang tertinggi di dunia, dan merupakan hasil dari promosi proses menyusui yang dilakukan secara bersama dan mendekati dari berbagai segi.

Dengan diberikannya semua yang kita tahu tentang keuntungan dari menyusui dan bahaya dari susu formula, sangat tidak dapat diterima jika kita membiarkan angka menyusui di Inggris dan dimana pun juga di dunia merosot dengan tajam.

Tujuannya sangat jelas - 100% ibu seharusnya menyusui bayi mereka secara eksklusif, selama paling kurang 6 bulan pertama kehidupanya.

ASI vs FORMULA: BUKAN TANDINGAN

ASI adalah makanan 'hidup' yang memiliki sel hidup, hormon, enzim aktif, antibodi dan paling kurang 400 kompenen unik lainnya. ASI merupakan substansi yang dinamik, komposisinya berubah dari awal sampai ke akhir pemberian dan tergantung dari umur dan kebutuhan bayi. Dikarenakan ASI juga menghasilkan daya tahan aktif, setiap bayi menyusu maka ia akan menerima perlindungan dari penyakit.

Dibandingkan dengan substansi ajaib ini, susu buatan yang dijual sebagai formula untuk bayi tidak lebih dari 'junk food'. Ini juga satu-satunya makanan buatan pabrik yang dianjurkan untuk manusia mengkonsumsinya secara eksklusif dalam priode bulanan, walaupun kita tahu bahwa tidak ada satu manuasia pun yang diperkirakan akan tetap sehat dan thrive selama mengikuti makanan yang diproses oleh pabrik.

ASI SUSU FORMULA KOMENTAR
LEMAK
Kaya akan pembangunan otak omega-3, yang disebut, DHA dan AA. Mencocokan secara langsung dengan kebutuhan bayi; levelnya menurun dengan bertambah besarnya bayi. Kaya akan kolesterol; hampir semuanya terserap oleh tubuh.
Mengandung enzim lipase fat-digesting
Tidak ada DHA
Tidak menyesuaikan dengan kebutuhan bayi
Tidak ada kolesterol
Tidak terserap semua
Tidak ada lipase
Gizi yang paling penting dalam ASI; tidak adanya kolesterol dan DHA dapat memaparkan anak sejak dini pada penyakit jantung orang dewasa dan CNS. Lemak yang tertinggal, tidak terserap oleh tubuh menyebabkan bau yang tidak sedap pada BAK dan BAB bagi bayi formula
PROTEIN
Air dadih yang empuk dan dapat dicerna lebih mudah. Lebih banyak diserap secara keseluruhan; lebih tinggi pada ASI ibu yang melahirkan sebelum waktunya. Lactoferrin untuk kesehatan usus. Lysozyme, sebuah antimicrobial. Kaya akan komponen protein untuk otak dan pertumbuhan tubuh. Kaya akan faktor pertumbuhan. Berisikan protein penyebab kantuk Dadih yang lebih susah dicerna
Tidak dicerna secara keseluruhan, jadi banyak sisa, berat untuk ginjal
Sedikit atau tidak ada lactoferrin
Tidak ada lysozyme. Kurang atau tidak cukupnya protein pertumbuhan otak dan tubuh.
Kurangnya factor pertumbuhan
Mengandung sedikit protein penyebab kantuk
Bayi tidak alergi terhadap protein susu manusia
KARBOHIDRAT
Kaya akan oligosaccharide, yang menyehatkan usus.

Tidak ada laktosa dibeberapa formula
Kurangnya oligosaccharide
Laktosa penting bagi perkembangan otak
KEKEBALAN TUBUH
Jutaan sel darah putih hidup, dalam setiap pemberian
Kaya akan immunoglobulins
Tidak ada sel darah putih hidup maupun sel lainnya
Tidak ada keuntungan kekebalan tubuh
Menyusui memberikan perlindungan aktif dan dinamik dari segala macam infeksi
ASI dapat dipakai untuk mengurangi berbagai macam masalah kesehatan eksternal seperti ruam popok dan belekan
VITAMIN & MINERAL
Gampang diserap
Zat besi 50–75% diserap
Mengandung lebih banyak selenium (sebuah antioxidant)
Not absorbed as well
Zat besi 5–10% diserap
Mengandung lebih sedikit selenium (sebuah antioxidant)
Zat gizi di formula susah untuk diserap.
Untuk mengimbangi, banyak gizi yang ditambahkan ke dalam formula, membuatnya lebih susah untuk dicerna
ENZIM & HORMON
Kaya akan enzim yang gampang dicerna seperti lipase dan amylase.
Kaya akan banyak hormon seperti thyroid, prolactin dan oxytocin.
Rasanya beragam sesuai dengan konsumsi makanan ibu, sehingga membantu anak menyesuaikan diri dengan makanan sehari-harinya.
Aktifitas proses membunuh enzim pencernaan
Aktifitas proses akan membunuh hormon, yang pada mulanya bukan komponen kehidupan
Rasanya selalu sama
Enzim pencernaan mendorong kesehatan usus; hormon pendukung keseimbangan biochemical dan kesehatan bayi
HARGA
Sekitar £350 (Rp 5.5 juta) per tahun untuk makanan tambahan untuk ibu apabila gizi sang ibu kurang baik Sekitar £650 (Rp 10 juta) per tahun. Sampai dengan £1300 (Rp21 juta) per tahun untuk susu formula hipoalergenik. Pengeluaran tambahan untuk botol dan kebutuhan lainnya. Kehilangan pendapatan jika orang tua harus berada di rumah untuk merawat bayi yang sakit. Di Inggris, NHS mengeluarkan £35 juta (Rp 600 milyar) tiap tahunnya hanya untuk mengobati gastroenteritis bagi bayi yang memakai botol. Di Amerika, perusahaan asuransi membayar $3.6 milyar (Rp 35 triliun) untuk pengobatan penyakit pada bayi yang memakai botol

Artikel ini boleh diambil dan disebarluaskan tanpa persetujuan terlebih dahulu dari AIMI, dengan syarat bahwa TIDAK digunakan dalam rangka pelanggaran Kode Etik WHO mengenai makanan-makanan pengganti ASI.


Terdapat pada kategori Informasi pada 20 Oct 2008

Informasi Lainnya

Yuk, Berpartisipasi Dukung AIMI

AIMI 15th SEHATI Virtual Run & Ride

MengASIhi x COVID-19